Jakarta –
Presiden baru terpilih Probov Subianta menyebut 106 orang yang berprofesi sebagai menteri, wakil menteri, dan ketua organisasi di kabinet mendatang. Situasi ini diyakini membuat APBN rawan dicairkan.
Rizal Tawfiqurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, mengatakan banyaknya angka yang dirilis Prabowo kemarin menunjukkan rumor sudah menyebar (hingga 46 kementerian) dan bertambahnya jumlah kementerian.
Namun, jika penambahan itu benar terjadi, menurut Rizal, kabinet gemuk ini bisa langsung menggerogoti APBN negara. Sebab, setiap kementerian membutuhkan pendanaan publik, mulai dari biaya personel hingga program.
“Kalau kita lihat lagi, bisa dibayangkan hampir 100 orang yang dipanggil. Ini tidak biasa. Jadi kementeriannya antara 44 sampai 46 kementerian,” kata Rizal dalam diskusi publik bertajuk “Koalisi Gemuk dan Defisit Anggaran: Bisakah Partai Prabov Menteri. Bukan Kepala APBN, Rabu (16/10/2024).
“Jadi dibandingkan Presiden sebelumnya, ada penambahan 12 kementerian dan lembaga. Maksudnya itu apa? Jadi, ini akan menambah beban baru anggaran dan APBN kita,” jelasnya lagi.
Menurut Rizal, alokasi APBN tahun 2024 dan 2025 dirancang berdasarkan jumlah kementerian yang ada sama dengan saat ini, yakni teridentifikasi 34 kementerian. Ini bisa menjadi faktor potensial lainnya
Bisa dibayangkan, berdasarkan APBN tahun lalu atau alokasi 2025, ini masih sama kementeriannya dengan pemerintahan sebelumnya, jadi ada sekitar 34 kementerian, kata Rizal.
“Meski biayanya normal, tapi biaya pegawainya juga cukup besar, terutama bagaimana mengatur waktu kementerian baru, lalu mekanisme sinkronisasi, lalu penyesuaian antara K/L baru dan K/L lama, dan sebagainya. dan itu butuh waktu,” tambahnya.
Menurut dia, zhirovka yang sebagian anggotanya merupakan tokoh partai, dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suap atau penggunaan dana APBN untuk kepentingan pribadi atau partai. Untuk itu, Rizal Prabowo menilai penting untuk mencegah atau mengambil tindakan tegas terhadap korupsi di kantornya.
“Memang presiden harus tegas dan menindak siapa pun menteri atau anggota kabinet yang korup dan mempermainkan anggaran APBN. Dia punya kewenangan untuk bertindak di situ,” tutupnya.
Senada dengan hal tersebut, Septa Dinata, dosen dan peneliti Paramodina Institute of Public Policy, juga mengatakan kabinet Probov yang gemuk meningkatkan kemungkinan korupsi. Terutama dari sisi politik.
Saat ini, sebagian besar menteri yang terlibat kasus korupsi memiliki latar belakang politik. Menurut dia, fenomena seperti itu bisa terjadi karena para menteri tersebut mengutamakan kepentingan partai, bukan kepentingan masyarakat dan negara dalam mengambil kebijakan.
“Sebagian besar menteri yang terlibat kasus korupsi adalah wakil partai. Saya pikir masalahnya lebih berkaitan dengan model institusi politik kita,” katanya.
“Ketika menteri yang diangkat adalah anggota partai, masih bekerja dan aktif sebagai anggota partai, tentu sulit untuk menjaga independensi pengambilan kebijakan kementerian secara otomatis. Inilah akar permasalahannya. Satu-satunya kaki yang dimiliki seorang menteri adalah satu-satunya kaki yang dimiliki presiden. kaki.” di pesta,” jelas Septa lagi.
Pada akhirnya, hal ini membuat Septa ragu kabinet pemerintahan berikutnya akan mampu mendukung APBN secara memadai. Toh, anggaran apa pun yang ada bisa digunakan untuk kepentingan partai dalam bentuk korupsi dan pembagian proyek negara.
“Saya kira kita punya harapan lebih besar bahwa pemerintahan Pak Prabov benar-benar bisa lepas dari ‘permainan dengan APBN’,” kata Septa.
Tonton videonya: Pihak berwenang di bawah Probova
(fdl/fdl)