Jakarta –
Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) dan Kepolisian Daerah (Polda) Riau sedang menyelidiki obat herbal yang terbuat dari bahan kimia alami ilegal dan tidak berizin. Produk-produk tersebut diketahui mengandung bahan farmasi (PIC) seperti deksametason, parasetamol, dan piroksikam.
Presiden BPOM RI Taruna Iqrar mengatakan obat yang terbuat dari bahan alami tidak bisa digabungkan dengan BCO. Pasalnya, penggunaan bahan kimia tersebut harus dalam pengawasan dokter.
“Yang dimaksud adalah pembuatan obat bahan alam yang belum mendapat persetujuan edar dari Badan POM, tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, persyaratan keamanan dan manfaat, serta persyaratan mutu,” kata Taruna Iqrar dalam konferensi pers, Jumat (18/). . 10/2010). 2024).
Narkoba ini diproduksi di sebuah rumah kontrakan di Kabupaten Kampar, Riau. Taruna mengatakan, proses pembuatan obat tersebut tidak sesuai undang-undang dan dikhawatirkan terkontaminasi bakteri kecil dan logam berat.
Dia menambahkan: “Sudah diproduksi selama sembilan bulan sekarang. Perusahaan ini dapat memproduksi antara 2.400 dan 4.800 botol per bulan.”
Tanaman obat diklasifikasikan dengan nama berikut:
– Jamu Dwipa Kap Tavon Klantseng Rematik – Rheumatoid Arthritis Kap Jago Joyokusumo
Keduanya dipasarkan dengan klaim efektif meredakan nyeri rematik dan asam urat.
Taruna menambahkan, BCO yang terkandung dalam obat off-label dapat menimbulkan banyak gangguan kesehatan.
Misalnya deksametason, parasetamol, dan piroksikam yang dapat menimbulkan efek samping seperti gangguan pertumbuhan, pengeroposan tulang, gangguan hormonal, gagal ginjal, dan kerusakan hati, kata Taruna.
“Kalau dikira masyarakat kita yang memanfaatkan dan menimbulkan efek ini, berbahaya sekali,” lanjutnya yang menjalani hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Taruna memperingatkan mereka yang masih “menipu” produsen obat-obatan tradisional yang dicampur dengan bahan kimia akan menghadapi tuntutan.
“Kita punya undang-undang berdasarkan Pasal 435 Ayat 2 dan 3 Pasal 138 UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, bagi yang melakukan tindak pidana tersebut terancam pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp. 5 miliar,” ujarnya.
KE DEPAN: Upaya BPOM menyelamatkan industri obat alami dan UMKM Indonesia
(dpi/avk)