Jakarta –
Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan dua jalur pelayaran yang sangat strategis. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap berkomitmen menerapkan aspek keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut, termasuk di Selat Malaka dan Singapura.
Budi Mantoro, Direktur Pelayaran Badan Umum Angkutan Laut Kementerian Perhubungan, mengatakan Selat Malaka dan Selat Singapura dilintasi sekitar 35% kapal internasional yang mengangkut sepertiga barang niaga dunia, sehingga menjadikan hal tersebut sebagai hal yang wajar. dua selat yang paling penting. Arteri yang menghubungkan perekonomian kawasan ini dengan perekonomian dunia lainnya.
Boodai mengatakan, volume lalu lintas melalui kedua selat tersebut terus meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 130.000 kapal setiap tahunnya. Forum Ekonomi Dunia memperkirakan Selat Malaka akan melebihi kapasitasnya pada akhir dekade ini karena pesatnya pertumbuhan lalu lintas pelayaran di selat tersebut.
Belum lagi banyaknya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di kedua selat tersebut yang dapat menimbulkan gangguan dan hambatan pada rantai pasok global, kata Budi dalam keterangannya, dikutip Rabu (22 Oktober 2024).
Menurut Budi, aktivitas di selat tersebut tidak hanya berdampak pada ketiga negara pesisir tersebut, tetapi juga perdagangan regional dan perekonomian global. Untuk itu, Mekanisme Kerja Sama dibentuk untuk menjalin dialog, pertukaran informasi dan pertukaran pandangan mengenai isu-isu penting terkait Selat Malaka dan Selat Singapura.
Ia mengatakan keselamatan navigasi dan perlindungan lingkungan laut di Selat Malaka dan Singapura menjadi perhatian utama masyarakat maritim internasional, khususnya negara pesisir. Oleh karena itu, pada tahun 2007, dengan dukungan International Maritime Organization (IMO), ketiga negara pantai membentuk mekanisme kerja sama sebagai forum untuk berdiskusi dan bertukar pandangan mengenai isu-isu yang menjadi perhatian bersama di kedua selat tersebut.
Sebagai anggota Dewan IMO, Indonesia mengutamakan kerja sama dengan seluruh Negara Anggota IMO untuk meningkatkan keamanan pelayaran internasional. Dijelaskannya, pihaknya selalu berpegang pada konvensi dan instrumen IMO dalam menetapkan kebijakan dan peraturan di perairan Indonesia, khususnya di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura.
Dalam rangka peningkatan komunikasi dan keselamatan kapal, Indonesia membentuk Mekanisme Informasi Keamanan Maritim (MSI) untuk memenuhi kebutuhan penyediaan informasi navigasi dan keselamatan kapal, yang didasarkan pada mekanisme sistem penyiaran dan mendukung navigasi elektronik melalui peningkatan sistem aplikasi yang terintegrasi. dikelola oleh Pusat Koordinasi Maritim (MCC).
Mekanisme ini juga didukung dengan diperkenalkannya Ship Reporting System (SRS) di perairan Indonesia, sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan nasional dan internasional, untuk meningkatkan efisiensi navigasi, keselamatan kapal, dan melindungi lingkungan laut, jelasnya.
Selain itu, tambah Budi, Indonesia juga telah mampu meningkatkan fungsi dan kapasitas sarana, prasarana dan peralatan navigasi seperti GMDSS, AIS, VTS dan alat bantu navigasi, serta sistem pengelolaan rute kapal yang dibangun di daerah-daerah penting dan kritis di Indonesia. Indonesia. Air untuk menjamin keselamatan pelayaran, menjamin keselamatan transportasi laut dan melindungi lingkungan laut sesuai dengan peraturan IMO.
Budi juga menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam mengklasifikasikan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra sebagai kawasan laut sangat sensitif yang telah disetujui pada sidang Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC) ke-82 pada awal Oktober 2024. Ia menjelaskan, kawasan PSSA termasuk dalam wilayah tersebut. dalam rezim pemisah lalu lintas Selat Lombok (TSS), yang bertindak sebagai pengamanan yang relevan.
“Dengan ditetapkannya pulau Nusa Penida dan Gili Matra sebagai HSA, Indonesia menjadi negara ke-19 yang mendirikan HSA dan negara Asia kedua setelah Filipina yang memiliki HSA yang didirikan oleh International Maritime Organization,” jelasnya hal ini akan membuka peluang untuk membentuk HSA,” jelasnya. Kelautan sangat sensitif di wilayah lain “di Indonesia, yang juga memiliki kekayaan keanekaragaman hayati, kondisi lingkungan dan sosial ekonomi yang sama dan rentan terhadap pengaruh kegiatan pelayaran internasional ( Kiel/Kiel).