Jakarta –
Muhammad Mufti Mubarak, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menilai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) harus segera meningkatkan penegakan peraturan tentang keamanan air minum dalam kemasan. Perlu diingat bahwa risiko paparan bisphenol A (BPA) dari kemasan dalam jumlah atau konsentrasi tertentu dapat berdampak pada sejumlah organ tubuh.
Sesuai Peraturan BPOM RI Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Makanan, persyaratan keamanan maksimum migrasi BPA adalah 0,6 bpj (600 µg/kg) dalam kemasan polikarbonat. Produsen kini diwajibkan memberi label pada kemasan polikarbonat tentang potensi bahaya BPA.
Hasil BPOM pada tahun 2021 hingga 2022 menunjukkan 3,4 persen sampel di fasilitas distribusi dan manufaktur tidak memenuhi persyaratan batas maksimal migrasi BPA.
Analisa BPOM mengenai hasil uji migrasi BPA berkisar antara 0,05 hingga 0,6 bpj. Pengujian ini dilakukan oleh 46,97% fasilitas distribusi dan 30,91% fasilitas manufaktur.
“Kami ingin mendorong implementasi yang cepat dan tidak menundanya. Peraturan ini akan segera dilaksanakan. Jangan sampai hal ini terjadi, karena persoalannya tidak mudah dan akan terus memberikan tekanan kepada pengusaha dalam waktu yang lama.” Hal itu diungkapkannya saat ditemui di sela-sela Dialog Pimpinan Datikcom, Kamis (30 Oktober 2024).
“Nanti akan ada lebih banyak kompromi, kan? Artinya BPOM bilang harusnya tegas ya, kalau dilarang ya itu saja,” lanjutnya.
Ia mengatakan, tekanan seperti ini penting untuk menjamin keselamatan konsumen saat membeli produk air minum dalam kemasan (AMDK). Pemerintah diimbau untuk tidak mengabaikan penerapan Peraturan Bahaya BPA.
Makanya kami ingin BPOM bisa memaksa pengusaha untuk mempercepat, tutupnya. Tonton video “BPOM Kini Wajibkan Pelabelan BPA pada Air Minum Galon” (Neff/Atas)