Jakarta –
Perlu atau tidaknya mengemas makanan dari sarapan di hotel menjadi pertanyaan yang sering ditanyakan para traveller. Apa yang dikatakan pihak hotel?
Sarapan untuk tamu hotel biasanya disajikan dalam bentuk buffet. Pada waktu yang ditentukan, para tamu dapat mencicipi beragam hidangan, dari lokal hingga asing, serta beragam minuman. Biasanya satu kamar hotel sudah termasuk sarapan untuk dua orang, kecuali ada permintaan untuk tidak mengambil sarapan.
Akhir-akhir ini banyak sekali informasi di media sosial tentang cara menyiapkan sarapan hotel, meskipun Anda sudah pernah makan di restoran hotel.
Direktur Komunikasi Pemasaran dan Humas Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort Aulianti Fellina mengatakan, promosi tersebut sebenarnya ilegal. Pasalnya konsep tersebut berlaku ketika sarapan di restoran hotel disantap di lokasi.
“Untuk buffet restoran, aturannya tidak boleh membungkus makanan. Kalau bukan pesanan ala carte, kalau mau bungkus sisa pesanan ala carte atau dibawa pulang bisa,” kata Aulianti. Melalui CNN Indonesia.
Aulianti mengatakan aturan tersebut biasanya berlaku di hotel, sehingga diasumsikan tamu hotel sudah mengetahui aturan tersebut. Pengelola hotel mengetahui bahwa ada tamu yang diam-diam makan di restoran setelah sarapan.
“Makan sepuasnya prasmanan. Ya, ya, makan di tempat. Begitu…” tambahnya.
Jadi jelas sebenarnya membungkus makanan setelah sarapan di restoran hotel itu dilarang. Namun, Anda mungkin ingin bertanya kepada staf restoran hotel tempat Anda menginap, karena kondisinya mungkin berbeda dari satu hotel ke hotel lainnya.
Dalam wawancara dengan detikTravel akhir tahun lalu, Direktur Pemasaran dan Komunikasi Trans Luxury Hotel Angga Elgana juga mengatakan, sarapan untuk tamu hanya bisa disantap di tempat.
“Bagi kami, sarapan hanya untuk pendirian. Dilarang membawanya ke luar wilayah. Sejauh ini, para tamu kami sepenuhnya menyadari peraturan dan batasannya,” Direktur Pemasaran dan Komunikasi di Trans Luxe Hotel mengatakan kepada DetectiveTravel. .
Saksikan juga video “Pembangunan Hotel di Bali Digenjot, Pengamat Desak Moratorium”:
(fm/fm)