Jakarta –
Pengusaha pariwisata yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengeluhkan usahanya yang belum pulih dari pandemi Covid-19. Belum lagi permasalahan tersebut teratasi, para pebisnis dihadapkan pada permasalahan baru yaitu terkait dengan online travel agency (OTA).
Sekjen PHRI Maulana Yusran menyatakan OTA asing tidak memiliki izin usaha tetap. Oleh karena itu, mereka tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dia menjelaskan, karena tidak adanya pusat usaha tetap dan NPWP, maka pajak yang harus dibayar adalah hotel. Menurutnya, hal itu tidak adil.
“Nah ujung-ujungnya tujuannya untuk membayar pajak negara. Itu tidak adil,” katanya kepada detikcom.
Menurutnya banyak pengaruhnya. Ia mengatakan kehadiran OTA harus menarik perhatian para pegawai.
“Tapi dia tidak setuju karena tidak punya kantor,” ujarnya.
Selain itu, pengguna bisa dirugikan. Nampaknya saat memesan kamar hotel, konsumen berhadapan dengan OTA. Namun jika terjadi masalah, pengguna tidak akan bisa berkomunikasi dengan OTA. Dia mengatakan hotel itu diserang lagi.
“Kalau ada masalah itu salah pihak hotel, betul. Hotelnya sudah kena berkali-kali, dari pajaknya, pajaknya lebih tinggi karena tamunya ya? Kedua, dari sisi tamu, jika tamu mengeluh maka akan datang ke hotel,” jelasnya.
Ia melanjutkan, bisnis hotel belum pulih sejak wabah terjadi. Menurut dia, kalaupun ada kesembuhan, pasti bisa ditemukan di tempat lain.
“Selama ini berbagai tipe menunjukkan kehidupan terus membaik. Itu hanya terjadi di beberapa tempat saja, tidak merata. Jadi kalau kita ambil contoh di Bali, jelas karena pemerintah mengarahkan semua kegiatannya ke Bali, ” jelasnya.