Jakarta –
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan surat edaran mengenai aturan pembuatan grup Whatsapp bagi peserta pelatihan kedokteran (PPDS). Azhar Jaya, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, mengatakan langkah tersebut untuk mencegah penyalahgunaan grup WhatsApp sebagai tempat pelecehan orang tua ke anak-anak.
Dia berargumen bahwa cara ini adalah cara untuk melindungi anak di bawah umur, bukan penghalang, pelanggaran privasi.
“Grup itu untuk informasi dan untuk memudahkan komunikasi ya. Pertanyaan saya, kalau tidak ada yang perlu ditakutkan, buat apa disembunyikan?” kata Azhar, Senin (28/10/2024) saat ditemui media di Jakarta Pusat.
Menurut Azhar, mendaftarkan grup Whatsapp untuk mengorganisir peserta PPDS dapat menjadi salah satu cara komunikasi terbuka antara pemuda dan lanjut usia. Dalam kebanyakan kasus, sebagian besar penyalahgunaan PPDS kecil dilakukan oleh kelompok kontak.
Banyak jenis kekerasan yang digunakan, seperti penghinaan, makian, memberikan instruksi yang tidak mendidik, bahkan menghukum anak di bawah umur secara tidak adil.
“Itu grup edukasi, grup networking, mau jadi pribadi apa? Ada orang yang punya kekurangan. Mau bilang pasiennya baik-baik saja. Apa yang kamu takutkan?” Menyoroti jenis grup diskusi terdaftar
Aji Muhavarman, Kepala Departemen Komunikasi Pelayanan Publik, mengidentifikasi beberapa kelompok diskusi yang harus didaftarkan berdasarkan kasus per kasus. Salah satunya adalah kelompok yang digunakan untuk komando dan koordinasi.
Tak bermaksud mengganggu privasi peserta dan guru, Aji mengatakan, kelompok yang tidak tergabung dalam PPDS sebaiknya tidak mendaftar ke Kementerian Kesehatan.
Misalnya saja dalam bentuk sosialisasi, pedoman, petunjuk, koordinasi penjaga atau koordinasi manajemen pasien. Kelompok yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan PPDS tidak perlu didaftarkan, kata Aji. Tonton video “Kementerian Kesehatan Bicara Tentang Hukuman Bagi Pelanggar PPDS” (avk/up)