Jakarta –
Badan Pusat Statistik (BPS) telah menerbitkan laporan mengenai infertilitas atau tidak mempunyai anak di Indonesia. Hasilnya, 71 ribu wanita usia subur memutuskan tidak mempunyai anak karena berbagai alasan.
Infertilitas merupakan keputusan seseorang untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Meskipun ada kekhawatiran mengenai dampak signifikan terhadap struktur populasi dan stabilitas negara di masa depan akibat penurunan jumlah kelahiran atau angka kesuburan total (Total Fertility Rate/TFR), pilihan seperti ini harus dihormati.
“Kita tidak boleh menghakimi seseorang karena tidak mempunyai anak,” tegas Dr. Nur Eini Fardana, N, MSi, Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Airlanga (UNAIR).
Keputusan untuk tidak mempunyai anak pun banyak menuai kontroversi karena mereka yang tidak mempunyai anak adalah orang yang egois. Menurut psikolog Veronika Adesla, tidak memiliki anak dianggap egois karena dari segi kebaikan yang didapat dari tidak memiliki anak, orang yang memilih gaya hidup tersebut diyakini tidak mau mengorbankan diri. untuk diurus. anak-anak mereka.
Ada banyak alasan mengapa perempuan tidak memiliki anak dan mereka mungkin telah mempertimbangkan keputusan ini, termasuk dari sudut pandang psikologis. Mereka yang tidak ingin memiliki anak mungkin merasa tidak siap secara psikologis karena masalah yang sedang atau sedang mereka alami, termasuk trauma melahirkan.
Menurut Vero, kemandulan juga bisa terjadi jika anak memiliki masalah kesehatan mental seperti yang dialaminya atau tidak yakin bisa membesarkan anak dengan baik karena kondisi mentalnya.
“Jika hal itu terjadi maka dapat menimbulkan gangguan mental pada anak,” kata Vero.
Pola asuh orang tua pasti akan menentukan pembentukan karakter anak. Kesalahan dalam mengasuh anak akan berdampak negatif terutama pada psikologi anak. Tonton video “Warga Hongkong lebih memilih kucing daripada anak-anak” (kna/kna)