Jakarta –
Bisphenol A (BPA) adalah senyawa kimia yang digunakan dalam produksi plastik. Bahan ini sering ditemukan pada produk sehari-hari seperti wadah makanan, lini pengemasan makanan, dan kemasan air minum galon yang dapat digunakan kembali.
Kekhawatiran muncul ketika BPA dalam botol air minum berukuran satu liter ditemukan berpotensi berpindah ke air minum dan menyebabkan gangguan kesehatan jika tertelan.
Dalam pembuatan plastik polikarbonat (PC), BPA digunakan bersama bahan lain untuk menghasilkan plastik dengan sifat tertentu. Dalam praktiknya, penggunaan di masyarakat sulit dikendalikan dan oleh karena itu terdapat risiko menyebabkan kerusakan akibat penyerapan atau pembuangan partikel BPA.
Ibarat polimer seperti tali kalung. Penghubung rantai kalung itu BPA. Kalau dipakai kemungkinan besar talinya keluar sehingga menimbulkan masalah, jelas pakar polimer Universitas Indonesia Prof. Mochamad Chalid, SSi, MScEng, di detikcom Leaders Forum, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2024).
Mengenai resiko rusaknya kemasan botol air minum yang dapat digunakan kembali, Prof. Chalid menyoroti proses distribusi dan pemeliharaan. Faktanya, produk-produk tersebut sering terkena sinar matahari langsung sehingga terkena suhu tinggi dalam waktu yang lama. Selain itu, ada aspek lain dimana galon polikarbonat bermerek masuk ke tangki pengisian, kemudian melalui proses pencucian dengan deterjen dan penggosokan kasar, kemudian dikembalikan ke pabrik untuk digunakan kembali.
“Perlu adanya proses pada suhu tersebut atau pengangkutan pada suhu tersebut. Saat ini belum ada,” kata Prof Chalid.
Hal ini sejalan dengan hasil uji BPOM terhadap fasilitas produksi air minum berlapis polikarbonat musim 2021-2022 yang menunjukkan kadar migrasi BPA dalam air minum di atas 0,6 ppm (kadar BPOM) meningkat secara berurutan menjadi 4,58 persen. Dengan demikian, hasil uji migrasi BPA berada pada kisaran 0,05-0,6 ppm dengan hasil masing-masing sebesar 41,56 persen.
Sementara itu, perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan pakar obstetri dan ginekologi, Dr. Ulul Albab, SpOG, mengatakan praktik penggunaan BPA sudah mulai ditinggalkan di banyak negara di dunia.
Beberapa negara, termasuk Indonesia, mulai memperketat aturan untuk mengurangi migrasi BPA ke konsumsi masyarakat. Misalnya saja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengeluarkan peraturan BPOM no. 20 Tahun 2019 dan revisi n. 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Peraturan ini mewajibkan produk air minum dengan kemasan polikarbonat yang “dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA dari air minum dalam kemasan”.
“Hal ini ditulis sebagai peringatan kepada masyarakat untuk memilih menggunakan produk atau bahan yang dapat mengkontaminasi makanan itu sendiri,” kata dr Ulul.
(avk/naik)