Jakarta –
Badan Meteorologi, Iklim, dan Geologi (BMKG) menilai letusan Levotobi Laki Laki dan masalah megathrust tidak tepat dan dapat merugikan perekonomian dan pariwisata di wilayah tersebut.
Hal itu diungkapkan Anggota Komite VII DPR Bambang Harjo Soekartono. Ia mengkritisi analisa BMKG yang menyebut letusan Gunung Levotobi juga berdampak pada wilayah Bali dan Lombok.
Analisa itu tidak benar, letusan Gunung Levotobi Laki Laki telah berdampak pada kawasan wisata Bali dan Lombok. Akibat arah angin yang bergerak dari barat ke timur pada akhir tahun, letak Bali dan Lombok. Levotobi Barat, Bukan Timur “Yang terdampak ada di timur Levotobi”, Bambang Harjo, di Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Pada 13 November 2024, BMKG mengungkapkan sebaran abu vulkanik gunung Levothobi Laki mencapai Pulau Lombok dan berada pada ketinggian 30 ribu kaki atau sekitar 9.144 meter di atas permukaan laut.
Kemudian pada hari ini, BMKG menerbitkan artikel bahwa abu vulkanik letusan Gunung Levotobi Laki di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), kini telah berpindah dari langit Pulau Lombok ke Nusa Tenggara Barat (NTB). BMKG menyebutkan sebaran abu menghadap tenggara.
Ia menegaskan, aparat kepolisian harus bisa memberikan informasi yang lebih tepat, karena negara mendapat peralatan pemantauan dalam jumlah besar.
“Yah, pernyataan mereka terbukti salah. Pemberitaan media yang muncul kemarin sepertinya menyebutkan tidak ditemukan abu vulkanik di Lombok maupun Bali. Informasi palsu BMKG ini sangat membahayakan masyarakat dan tentunya dapat berdampak pada ketakutan masyarakat dalam dan luar negeri yang akan berkunjung ke Bali dan Lombok, tegasnya.
Dia mengatakan, ketidakakuratan analisis BMKG bisa berdampak besar pada sektor pariwisata. Indonesia mendorong peningkatan jumlah wisatawan guna menumbuhkan perekonomian sesuai target 8%.
Dikatakannya, di Indonesia sudah menjadi siklus tahunan, setiap bulan November hingga Februari angin akan bertiup dari barat ke timur. Selain itu, pada bulan April hingga September, angin kencang bertiup dari arah timur ke barat.
“Setiap tahun siklusnya seperti itu, jadi jangan dilakukan sendiri oleh BMKG, tidak jelas!” Termasuk isu megatrust yang diluncurkan BMKG pada awal tahun hingga saat ini yang seringkali lebih baru. Hal ini meresahkan. “Iklim pariwisata Indonesia karena wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara masih takut ke pantai selatan Indonesia karena menurut BMKG kawasan ini berpotensi terjadinya megathrust,” ujarnya.
Ditegaskannya, jika BMKG tidak bisa menganalisis fenomena cuaca, sebaiknya hanya mengacu pada pendapat lembaga lain yang memantau situasi di Singapura, Australia, atau Amerika.
“BMKG punya anggaran yang besar lho Rp 2,769 triliun, dengan anggaran sebesar itu seharusnya BMKG bisa memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada masyarakat. Tidak boleh ada kesalahan dalam analisis data yang tersedia. Jadi tidak akan Dia katakan itu pariwisata dan industri, pertanian, transportasi udara, darat dan laut. Saksikan video “Video: Pemerintah siapkan 1.100 rumah untuk korban kebakaran di Levotobi” (rrd/rir)