Jakarta –
Rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerapkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa identitas merek mendapat penolakan dari berbagai pihak di ekosistem tembakau. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah perokok aktif. Meski demikian, para pelaku dan pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT) mengapresiasi Kementerian Kesehatan yang mengabaikan dampak negatif ekonomi yang akan timbul, terutama terhadap jutaan pekerja yang terlibat dan kontribusi IHT terhadap perekonomian negara.
Peraturan mengenai kemasan rokok polos juga diharapkan dapat mengurangi dampak ekonomi yang signifikan di Indonesia. Hal ini mencakup penurunan penerimaan negara dari bea masuk hasil tembakau yang selama ini menjadi salah satu penyumbang APBN terbesar, serta potensi peningkatan peredaran rokok ilegal. Pada akhirnya dampak negatif ini akan melemahkan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Kontroversi lain yang muncul dari pembicaraan aturan ini adalah sikap Kementerian Kesehatan yang menutup ruang lingkup dialog dengan pihak-pihak yang terdampak. IHT telah lama menjadi pilar penting perekonomian nasional, menyediakan lapangan kerja bagi banyak pekerja di berbagai sektor, mulai dari pertanian dan manufaktur hingga distribusi, ritel, dan industri kreatif. Tanpa diskusi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, kebijakan ini dikhawatirkan tidak mampu menangkap kenyataan di lapangan dan menimbulkan dampak negatif yang sangat besar.
Pada acara Detikum Leaders Forum bertajuk “Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan Menghadapi Industri Tembakau di Bawah Kebijakan Baru”, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andri Satrio Nugroho memberikan gambaran dampak negatifnya. Untuk.
“Jika Resolusi PP 28/2024 dan rancangan Menteri Kesehatan diterapkan maka akan menimbulkan dampak negatif hingga Rp308 triliun terhadap perekonomian nasional. Dari sisi pendapatan saja akan hilang Rp 160,6 triliun. Ini setara dengan 7% penerimaan pajak terkait energi,” ujarnya. Andrey: “Ada 2,29 juta pekerja yang berpotensi terkena dampak.”
Andrei menambahkan, aturan ini juga akan meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat. Peraturan ini juga akan mempersulit pemerintah dalam memantau dan mengidentifikasi produk.
Tanpa merek dan identitas yang jelas, produk ilegal akan dengan mudah menyerupai produk legal yang ada di pasaran. Produsen rokok ilegal tidak perlu lagi memikirkan desain kemasan yang rumit, tambahnya.
Pada acara Detikum Leaders Forum, para pelaku dan pemangku kepentingan IHT baik petani, pekerja, dan pedagang juga mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan yang didorong Kementerian Kesehatan harus mempertimbangkan kompleksitas dan skala ekosistem tembakau Indonesia.
Para narasumber juga menilai perlu adanya kajian lebih dalam mengenai dampak kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek serta ruang dialog terbuka yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dengan cara ini, keseimbangan antara kepentingan kesehatan masyarakat dan stabilitas perekonomian dapat terjaga.
Pemerintah diharapkan mengkaji lebih mendalam kebijakan kemasan seragam rokok tanpa identitas merek dengan mempertimbangkan potensi dampaknya terhadap perekonomian. Kajian kebijakan ini diharapkan dapat menemukan solusi berimbang, sehingga industri tembakau dapat terus memberikan kontribusi terhadap perekonomian di tengah upaya pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Tonton juga videonya: Inggris berencana melarang vaping di luar sekolah
Saksikan video “Video: Daun Talas dari Lumajang Masuk Pasar Ekspor” (ega/ega)