Jakarta –
Seorang perempuan asal Kramatjati, Jakarta Timur menceritakan kisahnya menderita pneumonia. Merupakan istilah umum yang menggambarkan suatu kondisi kesehatan paru-paru, yaitu suatu peradangan atau infeksi pada organ paru-paru. Masyarakat awam menyebut kondisi ini “paru-paru basah”.
Seorang perempuan berusia 23 tahun bernama Nadya mengaku mengalami kesulitan bernapas saat bekerja di kantor. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan Agustus 2024.
“Saya sesak napas saat kejadian di tempat kerja. Baik-baik saja. Awalnya saya beraktivitas normal seperti bekerja,” ujarnya saat ditemui detikkom di Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).
Awalnya Nadya mengira dirinya kesulitan bernapas karena memakai pakaian ketat. Namun, saat sesak napas yang dia rasakan semakin kuat dari hari ke hari, dia pingsan karena rasa sakit yang luar biasa di dadanya.
“Saya masih belum bisa mengendalikannya, kan? Saya diberitahu, ‘Oke, tunggu, tunggu, ya?’ Dan itu karena aku menangis,” ulangnya.
Selain sesak napas, Nadya juga mengalami batuk berdahak. Sehingga rekan-rekannya segera membawanya ke unit gawat darurat RS Pasar Minggu.
Awalnya, dokter mendiagnosis Nadia menderita bronkitis. Dia menghabiskan seminggu di rumah sakit untuk perawatan.
“Saya berobat dulu karena mau lihat sistem pernapasannya. Lalu saya juga harus periksa serometri. Serometri itu untuk mengecek berapa banyak uap yang bisa kita hasilkan,” imbuhnya.
Dua hari setelah keluar dari rumah sakit, Nadya memutuskan untuk kembali ke rumah sakit dan menemui dokter spesialis paru karena penasaran dengan keadaannya.
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dokter menjelaskan bahwa infeksi paru-paru yang dialami Nadia disebabkan oleh virus atau pneumonia. Karena sepertinya dia menderita maag di paru-parunya.
Keadaan tersebut, kata Nadya, disebabkan oleh faktor risiko pencemaran udara. Nadia mengaku kerap keluar rumah tanpa menggunakan masker.
Selain polusi udara, Nadya sudah dua tahun memiliki kebiasaan vaping dan sering berada di lingkungan yang penuh asap rokok.
“Saya termasuk orang yang tidak pernah memakai masker jika keluar rumah. Kalaupun saya suka berkendara sendiri, naik sepeda motor, atau pergi ke suatu tempat sendirian, saya tidak pernah memakai jaket, saya tidak memakai masker. sebenarnya mempengaruhi pernapasan saya,” katanya dia
Di sisi lain, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Dewasa Persatuan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr. Sukamoto Kosnoye, SpPD, K-AI, FINASIM mengatakan, faktor lingkungan seperti asap rokok dan udara bersifat tidak langsung. Polusi merupakan salah satu faktor risiko pneumonia.
“Dengan begitu, polusi udara secara tidak langsung merusak sistem pertahanan lokal tubuh. Jadi, sebelum kuman masuk ke saluran pernafasan untuk menularkannya, masuk ke hidung, dan sebagainya terlebih dahulu,” ujarnya saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin (18/8/2021). 11).
“Kemudian secara tidak langsung menurunkan imunitas tubuh. Jadi kalau turun maka lebih mudah tertular,” imbuhnya.
Dr. Sukamoto mengatakan, ketika penghalang atau pertahanan utama tubuh rusak, kuman penyebab pneumonia akan lebih mudah masuk ke saluran pernapasan.
Namun, Dr Sukamoto mengatakan polusi udara dan asap rokok bukanlah penyebab utama pneumonia. Kondisi ini disebabkan oleh banyak patogen seperti bakteri, virus, dan jamur. Tonton video “Video: Identifikasi Berbagai Faktor Risiko Pneumonia pada Anak” (suc/kna)