Jakarta –
Ketersediaan obat baru di Indonesia masih rendah. Sejauh ini baru sembilan persen obat baru atau obat yang baru ditemukan beredar di Indonesia.
Kondisi ini disebut-sebut mengakibatkan kesehatan menjadi kurang optimal. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan banyak masyarakat Indonesia memilih berobat ke luar negeri.
“Saat ini, akses Indonesia terhadap obat-obatan baru dibatasi hanya 9 persen, yang merupakan terendah di kawasan Asia-Pasifik,” kata Ketua Umum International Medicines Manufactures Group (IPMG) Dr. Ait-Aila Mezri dalam konferensi. Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2024).
Kurangnya ketersediaan produk-produk baru ini membatasi akses pasien terhadap perawatan berkualitas dan obat-obatan yang efektif. Jika tidak tersedia di dalam negeri, kemungkinan besar masyarakat akan menemukannya di luar negeri.
Selain itu, diperlukan waktu rata-rata 71 bulan sejak obat tersebut pertama kali diperkenalkan secara global untuk memberikan akses terhadap beberapa obat baru kepada penerima manfaat BPJS kesehatan.
Keterlambatan ini menyebabkan hampir 2 juta masyarakat Indonesia tidak punya pilihan selain berobat ke luar negeri setiap tahunnya sehingga menimbulkan kerugian hingga USD 11,5 miliar atau Rp 180 triliun, ujarnya.
Menurut Mejri, diperlukan upaya lebih dari para pemangku kepentingan untuk menjamin ketersediaan obat baru di Indonesia. Kolaborasi antar kelompok sangat penting dalam mengatasi hambatan, terutama untuk mempercepat ketersediaan obat baru. Upaya peningkatan mutu obat di Indonesia
Kementerian Kesehatan RI baru-baru ini meluncurkan Health Technology Assessment (HTA) sebagai upaya strategis untuk memberikan akses masyarakat terhadap obat-obatan dan teknologi kedokteran yang aman, efektif dan efisien.
Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan dalam pernyataannya bahwa HTA bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap produk kesehatan yang berkualitas, harga terjangkau dan dibayar melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Tidak hanya obat-obatan, tetapi juga prosedur klinis dan peralatan medis. Kita harus melakukannya dengan cepat, jadi saya mendorong Anda untuk mengubah prosedur di negara lain yang telah berhasil, seperti Singapura, dan mengadopsinya. Obat-obatan, prosedur, dan peralatan” Masuk. Pelayanan kesehatan harus bermutu, terjangkau, dan cepat,” jelas Menteri Kesehatan Budi dalam laman resmi Kementerian Kesehatan. Saksikan video “Video: Iuran BPJS Kesehatan Meningkat di 2025, Mengapa? ” (kna/kna)