Denpasar –

Wisatawan asing enggan berlatih selancar di Bali. Mereka mengeluhkan air laut yang kotor dan kotor. Akibatnya mengancam kehidupan warga lokal Bali.

Kerusakan alam Bali semakin nyata. Gelombang sampah plastik terbawa ke pantai-pantai Bali yang biasanya masih asli.

Tingginya kepadatan wisatawan juga memberikan tekanan pada sistem irigasi karena lahan hijau yang seharusnya digunakan untuk menyimpan air malah diubah menjadi lebih banyak bangunan.

Penyedotan (penarikan) air tanah lebih lanjut untuk kebutuhan villa dan hotel di Bali menyebabkan lebih dari separuh sungai mengering.

Kekhawatiran warga sekitar semakin meningkat pasca video terbaru yang mengerikan itu. Video tersebut memperlihatkan penggalian gunung kapur untuk pembangunan di Bali Selatan dan potongan tanah hasil galian di laut.

Seperti dilansir AFP, Minggu (10/11), peselancar Peter Panjitan (42) di dekat Yongasan mengatakan, “Banyak instruktur selancar yang kehilangan mata pencaharian karena pengunjung tidak mau berenang di air laut yang kotor. Berselancar di jalan setapak.”

Kelakuan buruk wisatawan tersebut membuat geram warga setempat, apalagi terkait dengan perilaku wisatawan asing yang telanjang di tempat suci di Bali.

“Tamu yang datang ke sini banyak kendalanya,” kata Peter.

Penduduk lokal di Bali sudah muak dengan padatnya wisatawan di pulau wisata internasional ini. Mereka ingin memperlambat arus pariwisata dan berharap rencana penghentian pembangunan hotel di kawasan Bali (motorhome) bisa membawa kedamaian bagi masyarakat.

Bali dipandang sebagai over-tourism (kepadatan wisatawan), sehingga banyak penduduk lokal yang mulai memimpikan masa lalu Bali yang lebih damai. Bagaimanapun industri pariwisata sebenarnya merupakan sumber pendapatan terbesar bagi masyarakat Bali.

Untuk mengatasi kepadatan ini, pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan rencana, yang belum disetujui oleh pemerintahan baru, untuk menghentikan sementara pembangunan hotel, vila, dan klub malam selama dua tahun.

Langkah pemerintah yang melarang pembangunan hotel dan villa adalah untuk menyeimbangkan manfaat ekonomi dan pariwisata sekaligus melestarikan keindahan alam Bali.

Dahulu kala, Canggu adalah sebuah desa tepi pantai yang tenang di Bali selatan, terletak di persawahan yang menghadap ke Samudera Hindia.

Namun, setelah peselancar asing menemukan ombak yang tidak biasa untuk berselancar beberapa dekade lalu, tempat tersebut kini dipenuhi hotel dan wisma, jalanan dipenuhi mobil, skuter, bahkan truk.

Warga sekitar, Kadak Kundravati (23) khawatir kualitas lingkungan tidak lagi terjaga.

Katanya, seperti dikutip The Straits Times, “Kongo kini sibuk… ketenangan dan kehijauan perlahan menghilang.”

“Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama agar Bali tetap hijau dan lestari serta budaya lokal tetap terjaga,” kata perempuan yang menjalankan jasa penyewaan sepeda motor yang menghasilkan $7 juta per bulan.

“Saya berharap pariwisata Bali terus berkembang dengan tetap menjaga keseimbangan antara pembangunan dan lingkungan.”

Kelompok pemerhati lingkungan hidup Indonesia, Wai, mengatakan pertumbuhan pariwisata di Bali sudah sangat maju dan berada pada tahap berbahaya. Pertumbuhan pariwisata di Bali sudah mengkhawatirkan.

“Kabupaten ini sekarang sudah dibangun secara berlebihan dan ruang terbuka hijau telah diubah menjadi bangunan,” kata Maude Karina Dinata, direktur eksekutif kabupaten tersebut.

Usulan pelarangan itu harus menjadi syarat yang tidak hanya menghambat pembangunan, tapi melindungi tanah, lanjutnya.

Direktur Dinas Pariwisata Bali Jok Bagus Pemayon mengatakan larangan tersebut akan mencegah penyebaran pariwisata ke luar wilayah selatan Bali yang selama ini menjadi fokus utama.

Seperti kita ketahui, selain kepadatan wisatawan, Bali juga mempunyai kendala dalam pemerataan pariwisata, artinya pusat wisata tersebut seluruhnya terletak di Bali Selatan.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini berupaya mengembangkan tempat dan akomodasi di wilayah utara Bali untuk pemerataan pariwisata. Namun sayangnya, tidak semua orang setuju dengan usulan pelarangan ini.

Wakil Direktur Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Bali I Gosti Ngurah Roy Suryawijaya menyerukan penelitian lebih mendalam sebelum menerapkan larangan tersebut, yang dapat merugikan masyarakat lokal yang sangat bergantung pada sektor pariwisata.

Dia berkata: “Jika pasokannya tinggi, maka larangan untuk mencegah persaingan akan dapat diterima. Namun sekarang permintaannya benar-benar meningkat.”

I. Gusti melanjutkan sambutannya dengan mengatakan: Engagement kita sudah mencapai 80 hingga 90 persen.

——–

Artikel ini diterbitkan oleh CNN Indonesia. Saksikan video “Bagaimana Kemenparekraf Cegah Overtourism Saat WWF Bali” (wsw/wsw)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *