Jakarta –
Lestari Moerdijat, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia, mengatakan optimisme dan langkah-langkah yang diharapkan merupakan kunci bagi tujuan pertumbuhan ekonomi pemerintahan baru. Ia menekankan pentingnya kebijakan strategis dan kerja sama lintas sektoral dalam mendukung transisi menuju perekonomian yang stabil dan berkelanjutan.
Lestari mengatakan, kepemimpinan baru terpilih memiliki kepercayaan yang besar terhadap masyarakat, sehingga menjadi modal bagus untuk langkah ke depan. Pernyataan tersebut disampaikan pada Rabu (6/11) saat peluncuran diskusi daring Outlook Perekonomian Indonesia 2025 yang diselenggarakan Forum Diskusi 12 Denpasar.
Lestari mengungkapkan, dalam pidato pertamanya, Presiden Prabowo (2010) menekankan empat prioritas utama pembangunan ekonomi: kecukupan pangan, kecukupan energi, peningkatan subsidi, dan aliran hilir. Menurut Rerie alias Lestari, penerapan program-program tersebut bertujuan untuk memperkuat perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.
Rerie, anggota DPR dari Daerah Pemilihan II Jawa Tengah, mengungkapkan, pada akhir September tahun lalu, Bank Indonesia memperkirakan pada tahun 2025 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai kisaran 4,8-5,6 persen. Dewan merupakan modal yang berguna bagi perekonomian nasional dalam berbagai tantangan.
Rerie berharap tantangan di bidang perekonomian tidak menyurutkan semangat kita untuk mengambil langkah menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.
“Optimisme memang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun ingatlah untuk mempersiapkan langkah progresif dan terus mencari solusi untuk menghadapi tantangan,” kata Rerie dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/11/2024).
David Sumual, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia, mengatakan perekonomian Indonesia masih dipengaruhi oleh dinamika global seperti hasil pemilu AS dan perlambatan ekonomi Tiongkok.
Menurutnya, dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian, antara lain utang AS yang mencapai 120% PDB, serta konflik geopolitik di berbagai kawasan. David menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan tabungan dalam negeri jika ingin mencapai lebih dari 5%.
“Jika perekonomian Indonesia ingin tumbuh 6-7%, maka harus mampu menyerap investasi asing 3-4 kali lebih banyak dibandingkan tahun ini,” kata David.
David mengeluhkan Indonesia sedang mengalami deindustrialisasi, padahal negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia justru menerima investasi asing di berbagai sektor.
David berharap premi demografi Indonesia dapat dimanfaatkan dengan baik dalam 10 hingga 15 tahun ke depan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat.
Ni Made Sukartini, Ketua Program Pascasarjana Ekonomi Kesehatan Universitas Airlangga, mengatakan prioritas kegiatan ekonomi pemerintah berbeda dengan prioritas individu, rumah tangga, dan dunia usaha.
Upaya pemerintah untuk memenuhi targetnya telah meningkatkan pengeluaran sehingga mengakibatkan defisit anggaran. Ni Made berharap kebijakan belanja tinggi dalam 10 tahun terakhir dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan rumah tangga serta meningkatkan daya beli.
Ni Made mengatakan, upaya pemerintah baru dalam mewujudkan ketahanan pangan melalui perluasan pertanian harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat di luar Jawa dalam menanam padi. Pada masa Orde Baru, perluasan pertanian ke luar Pulau Jawa diawali dengan adanya pengalihan program dari Pulau Jawa ke daerah-daerah tersebut.
“Ada proses asimilasi budaya yang melibatkan penanaman padi dari masyarakat Jawa ke masyarakat pendatang, yang merupakan bagian dari persepsi ketahanan pangan saat itu,” ujarnya.
Maka Ni Made menegaskan, penting untuk diketahui bahwa dalam upaya perluasan pertanian di luar Pulau Jawa, harus dipersiapkan terlebih dahulu tenaga kerja yang memiliki kompetensi yang tepat untuk mencapai swasembada pangan.
Shohibul Imam, Anggota Komisi XI DPR RI, mengatakan pertumbuhan ekonomi dunia saat ini sedang melambat. Berdasarkan pengamatannya terhadap pelantikan Presiden Prabow, Shohibul melihat adanya optimisme dalam pelaksanaan sejumlah program. Optimisme ini penting untuk mencapai target pertumbuhan 8% yang ditetapkan pemerintahan Presiden Prabowo, ujarnya.
Shohibul juga mencatat, arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru adalah ekonomi kerakyatan dan terdapat rencana penghapusan kredit macet di sektor UKM.
Sonny Y. Soeharso, Wakil Sekretaris Panel Pakar Partai NasDem, mengatakan konsistensi program andalan pemerintah baru dengan kondisi anggaran saat ini sangat penting untuk keberhasilan. Menurut dia, prioritas program dan posisi anggaran harus memadai, oleh karena itu diperlukan kebijakan anggaran yang tepat.
Sonny menilai, jika sektor perekonomian Tanah Air berjalan normal, maka pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai sekitar 5%. Pencapaian pertumbuhan ekonomi 7-8% memerlukan kebijakan, strategi dan program kerja yang tepat.
Sonny juga berpesan agar pemerintah mendorong peningkatan keterampilan tenaga kerja untuk pasar global guna mempercepat pertumbuhan ekonomi negara.
Wakil Pemimpin Redaksi CNBC Indonesia Muchamad Ghufron mengatakan Indonesia lemah dalam menarik investor asing ke sektor teknologi dan turunannya. Calon investor mengeluhkan sulitnya mudah berinvestasi dan memperoleh tanah, sehingga mereka memilih Johor, Malaysia, untuk membangun pabrik.
Ghufron menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang regulasi yang menghambat investasi. Di sisi lain, kebijakan impor pemerintah terlihat sangat terbuka, khususnya pada industri tekstil dan fashion. Ghufron menekankan pentingnya kebijakan yang melindungi produk lokal.
Jurnalis senior lainnya, Saur Hutabarat, mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi lebih dari 5%, pemerintah perlu meningkatkan investasi langsung di dalam negeri sebanyak 3-4 kali lipat. Menurutnya, pemerintah harus belajar dari Singapura yang menjamin perlakuan setara terhadap investor asing dan pengusaha lokal.
Saura mencontohkan, masih terjadi diskriminasi harga tiket antara wisatawan asing dan lokal di Indonesia, seperti di Candi Borobudur. Ia menegaskan, modal tidak mengenal kewarganegaraan, sehingga perbedaan sikap terhadap investor asing dapat memaksa mereka memilih negara lain. (hati/ego)