Jakarta –
Pemerintah diminta mengevaluasi aturan pelarangan pengoperasian truk roda tiga seperti truk tronton pada libur Narali dan Tahun Baru (Nataru).
Menurut Agus Purnomo, pakar logistik di Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI); Kebijakan ini dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman dan kekurangan produk; Hal ini dapat mengurangi kepuasan konsumen terhadap akses terhadap produk, khususnya di sektor makanan dan minuman. “Industri manufaktur Indonesia mengalami penurunan yang signifikan akibat lemahnya indeks manajer pembelian atau PMI dan banyaknya PHK,” kata Agus di Jakarta, Senin (18/11/2024). Pembatasan truk 3 gandar pada libur Natal mendatang akan memperlambat distribusi bahan baku dan produk akhir yang dibutuhkan industri pengolahan untuk mempertahankan operasional, katanya. Akibatnya, menurut Agus, Kebijakan ini hanya akan memperburuk kondisi industri manufaktur yang otomatis berdampak pada perekonomian nasional. Seperti diketahui, industri manufaktur merupakan sektor kunci dalam mendorong pesatnya perkembangan dan stabilitas perekonomian bangsa. Oleh karena itu, pelarangan truk 3 gardan saat Natal rentan dan akan menambah tekanan pada sektor manufaktur, sehingga kebijakan ini perlu kita kaji ulang mengingat dampaknya terhadap sektor kritikal seperti manufaktur, ujarnya. Selain itu, Nataru merupakan hari libur khusus yang diakui secara nasional, namun tidak seistimewa hari raya keagamaan seperti Idul Fitri. Oleh karena itu, pembatasan darurat pada truk 3 gandar untuk mengurangi kemacetan jalan raya atau kemacetan lalu lintas mungkin akan lebih sedikit dibandingkan saat hari raya, ujarnya. Ia mengatakan pemberlakuan batasan truk 3 gandar di Nataru akan menimbulkan sejumlah dampak negatif bagi industri. Antara lain, Hal ini menyebabkan terganggunya rantai pasok dan logistik. Keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang akibat pelarangan truk 3 gandar menunda siklus produksi; Dikatakannya hal itu dapat mengurangi kapasitas operasional dan meningkatkan biaya logistik. “Ini sangat penting bagi industri air minum dan kebutuhan lainnya pada masa libur Natal,” ujarnya. Menurutnya, bisnis minuman atau air minum dalam kemasan (AMDK) menjadi sektor andalan, terutama saat acara. Pembatasan truk 3 gardan menimbulkan keresahan masyarakat di berbagai daerah, terutama yang sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah.
Ia menambahkan: Tingginya permintaan air minum kemasan Natal, jika tidak diimbangi dengan pasokan produk yang mencukupi, dapat menyebabkan harga naik secara signifikan. Konsumen menghadapi biaya yang lebih tinggi, yang pada akhirnya menambah beban ekonomi masyarakat. Situasi ini mengurangi ketersediaan air minum di wilayah mereka dan kepuasan konsumen, ujarnya. Kementerian Perhubungan merekomendasikan pembatasan pengoperasian truk 3 gandar pada jalur-jalur yang kerap ramai saat Natal, sehingga tidak perlu dilakukan pelarangan total. Misalnya, Truk 3 gandar boleh beroperasi pada jam sibuk untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, namun tetap mendukung permintaan industri. Pilihan lainnya adalah dengan mengalihkan truk 3 gandar untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan utama.
“Peningkatan ketersediaan dan pemeliharaan jalur alternatif juga harus dipertimbangkan untuk memastikan distribusi barang tetap efisien,” tutup Agus. (rd/rir)