Jakarta –
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2024 sebesar 4,95% year-on-year (y-o-y). Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dua triwulan sebelumnya, yakni 5,11% pada triwulan I dan 5,05% pada triwulan II.
Direktur Jenderal Segara Research Institute Piter Abdullah menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga lemah dan merupakan hal yang normal dan sudah diperkirakan. Sebab angka pertumbuhan ini sejalan dengan tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
“(Perekonomian di bawah 5%) ya bagus. Ya kondisinya seperti itu, kuartal III diperkirakan pertumbuhan kita akan menurun,” kata Peter kepada detikcom, ditulis Kamis (7/11/2024).
Hal ini berbeda dengan tahap pertama dan kedua, dimana terdapat banyak rencana yang dapat meningkatkan perekonomian, seperti hari raya yang berbeda-beda, hari raya nasional dan keagamaan, termasuk pemilihan presiden.
“Semua indikator perekonomian menunjukkan hal itu (penurunan aktivitas pertumbuhan ekonomi) mulai dari penurunan daya beli, penurunan angka PMI, indeks manajemen pembelian. Ya, artinya kondisi perekonomian sedang mengalami penurunan,” jelas Peter.
“(Pada kuartal ketiga) tidak ada yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih jauh lagi,” imbuhnya.
Di sisi lain, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5% merupakan pertanda melemahnya daya beli masyarakat yang harus diwaspadai oleh pemerintah. memberikan perhatian
Sebab seperti yang Anda sampaikan, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun-ke-tahun tidak mengalami penurunan, namun biasanya penurunan yang terjadi tidak separah ini. Artinya, ada faktor lain yang menyebabkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh di bawah dua triwulan sebelumnya.
“Memang ada siklus leverage. Tapi kalau begitu, biasanya kenaikan pertumbuhan (penurunan pertumbuhan ekonomi dari kuartal sebelumnya) hanya nol koma. Harusnya masih di atas 5%,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, Tauhid mengidentifikasi dua faktor utama penyebab menurunnya lapangan kerja saat ini, yaitu melemahnya daya beli masyarakat dan lemahnya daya pemerintah. Sebab menurutnya dua faktor itulah yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi negara.
“Ada masalah daya beli yang kemudian menghambat perekonomian kita untuk bangkit. Kalaupun daya beli masih 4,9%, niscaya pertumbuhan ekonomi akan rendah. Jadi masalah daya beli sangat kuat di sana,” jelasnya.
Kedua, menurut saya yang paling parah adalah kekuatan pemerintah. Tumbuh hanya 4,62%. Artinya anggaran pemerintah yang digunakan tidak membaik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, lanjut Tuhid Tauhid.
Selain itu, ada faktor lain seperti masih lemahnya sektor industri yang hanya tumbuh sebesar 4,72%. Padahal sektor ini mempengaruhi sekitar 19% kondisi perekonomian negara. Lalu ada juga sektor pertanian yang hanya tumbuh 1,69% dan penyerapan tenaga kerja di sektor lainnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Permata Institute of Economic Research (PIER) Josua Pardede mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 yang tercatat hanya 4,95% menunjukkan penurunan yang dipengaruhi banyak faktor. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya aktivitas konsumsi dalam negeri dan melemahnya ekspor dibandingkan impor.
“Perlambatan aktivitas perekonomian dipengaruhi oleh terbatasnya kinerja energi dalam negeri karena peningkatan impor lebih besar dibandingkan ekspor, terutama barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan sektor dalam negeri – tenaga kerja, sehingga mengurangi dampak ekspor neto terhadap pertumbuhan. ” “, jelasnya.
Menurut dia, penurunan tersebut tidak menunjukkan adanya potensi permasalahan perekonomian baru. Namun, ia mengkhawatirkan situasi penurunan kapasitas internal dan belanja publik yang masih rendah. Sebab kedua hal tersebut merupakan salah satu pendorong utama pembangunan perekonomian Indonesia.
“Meskipun situasi ini tidak sepenuhnya mencerminkan permasalahan struktural, namun penurunan konsumsi rumah tangga dan terhentinya belanja sosial pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah harus fokus mengeluarkan kebijakan sisi permintaan yang dapat memperkuat daya beli masyarakat,” jelas Joshua.
Tonton juga videonya: Melihat Situasi Perekonomian Indonesia Sebelum Jokowi Pergi
(fdl/fdl)