Jakarta –
Pakar sumber daya kelautan Profesor Wu Diantou mengatakan rencana mendorong budidaya tuna merupakan solusi strategis untuk mengatasi penurunan stok tuna global, khususnya di kawasan Pasifik yang saat ini mengalami penangkapan ikan berlebihan. Langkah ini juga akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, terutama seiring menurunnya hasil tangkapan tuna liar.
“Populasi tuna sirip kuning dan tuna mata besar telah menurun secara signifikan akibat penangkapan ikan yang berlebihan. Oleh karena itu, budidaya tuna merupakan langkah yang sangat baik,” kata Profesor Wudianto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26 November 2024).
Namun diperlukan teknologi dan penelitian yang memadai untuk mendukung keberhasilannya, lanjutnya.
Profesor Widianto mengatakan, budidaya tuna di Indonesia dapat dilakukan melalui dua cara: Pertama, pertanian: memperoleh benih tuna berukuran kecil dari alam kemudian dipelihara di keramba air laut hingga mencapai ukuran komersial. Kedua, budidaya: beternak tuna dewasa di kolam besar untuk menghasilkan ikan muda yang siap dibudidayakan.
“Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan budidaya tuna karena ekosistem lautnya yang luas dan mendukung. Namun, mengingat tuna merupakan spesies laut dalam yang memerlukan lingkungan tertentu, maka metode pembiakannya memerlukan penelitian dan teknologi canggih.” Ia mencatat, perlu adanya koordinasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melanjutkan kembali penelitian budidaya ikan tuna yang dilakukan di Balai Penelitian Perikanan Laut (Gondul). Profesor Wudyanto mengatakan Gondul sudah memiliki fasilitas budidaya tuna yang dikembangkan bekerja sama dengan JICA.
“Sayangnya penelitian ini kurang mendapat perhatian setelah dialihkan ke BRIN. KKP perlu mendukung pendanaan dan mendorong kerjasama dengan BRIN untuk meningkatkan potensi tersebut,” tegas Profesor Widianto.
Budidaya tuna diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, terutama seiring dengan menurunnya hasil tangkapan tuna liar. Melalui budidaya perikanan, produksi tuna negara dapat ditingkatkan secara berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja dan memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen tuna global.
“Jika budidaya tuna berhasil, tidak hanya akan meningkatkan perekonomian nelayan, tetapi juga akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional. Ini merupakan investasi masa depan sektor perikanan kita,” kata Profesor Udianto.
Sementara itu, Dwi Agus Siswa Putra, seorang pengusaha perikanan tuna, mengatakan budidaya tuna merupakan inovasi besar yang mewakili kemajuan besar di sektor perikanan Indonesia. Saya juga menghormati langkah ini.
“Jika ada pelaku perdagangan atau pemerintah yang berani memulai budidaya tuna di Indonesia, itu merupakan kemajuan yang luar biasa. Indonesia akan semakin maju dalam perikanan tuna,” kata Davy, mantan Sekretaris Jenderal ATLI.
Davey mengatakan penangkapan tuna kini semakin sulit. Daerah penangkapan ikan semakin banyak berlokasi di lokasi terpencil, seperti di Samudera Hindia, dan waktu pelayaran berkisar antara tiga hingga tujuh hari.
Hal ini membuat prosesnya menjadi lebih mahal dan hasil tangkapan tidak selalu mencukupi. Doi mengatakan, situasi tersebut memaksa semua pihak memikirkan masalah yang lebih maju.
“Budidaya tuna bisa menjadi solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi sektor perikanan tangkap,” kata pria yang telah menangkap ikan tuna sejak tahun 1992 ini.
Menurutnya, budidaya ikan tuna memerlukan persiapan dan teknologi yang matang. Jepang, Australia, Turki dan negara-negara lain telah berhasil membudidayakan tuna dengan menggunakan teknologi canggih.
Indonesia memiliki potensi maritim yang sangat besar dan memerlukan transfer teknologi untuk menjamin keberhasilannya.
“Budidaya tuna membutuhkan wilayah laut yang luas karena tuna merupakan ikan yang sangat mobile. Dari lokasi hingga teknologi harus dipelajari dengan cermat, dan harus jauh dari daerah penangkapan ikan tradisional agar tidak mengganggu aktivitasnya.” jelas Doi.
Dawi juga menekankan pentingnya mendatangkan ahli asing untuk melakukan transfer teknologi, dengan memperhatikan perlunya mempertimbangkan penelitian teknologi dan kondisi lokal. Jika budidaya tuna berhasil, maka akan berdampak besar pada pelaku komersial dan perekonomian negara.
Proyek ini dapat menciptakan peluang baru bagi sektor perikanan, menarik investasi, dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Jika ini berhasil, manfaatnya akan menyusul.
“Ini akan menjadi kebanggaan kita semua di sektor perikanan. Pelaku komersial tentu akan memanfaatkan peluang ini, apalagi jika pemerintah bisa menunjukkan keberhasilannya,” kata Sekjen Serikat Pelaut dan Pekerja Ikan Bali.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaiki pengelolaan ikan tuna sebagai komoditas perikanan utama negara. Melalui inovasi teknologi budidaya ikan tuna (tuna farming), pemerintah bertujuan untuk menjamin kelestarian sumber daya laut sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir.
Salah satu terobosan yang sedang diuji adalah teknologi budidaya tuna di keramba jaring apung, yang telah berhasil diterapkan di negara-negara seperti Türkiye. Model ini melibatkan penangkapan ikan tuna muda di alam dan membesarkannya hingga mencapai ukuran dewasa di keramba apung.
Uji coba dilakukan di Area 02, termasuk WPNRI 716 dan 717, yang pusatnya berada di Biak. Teknologi ini tidak hanya membantu menjaga kelestarian stok tuna di alam, namun juga dapat memberikan pendapatan yang lebih stabil bagi nelayan tradisional, yang dapat bekerja sebagai pengumpan tuna skala kecil atau pekerja pengelola keramba. Saksikan video “Forum Bisnis Akuakultur Indonesia 2024” (prf/ega)