Jakarta –

Badan Pusat Statistik Perberasan (BPS) mencatat deflasi pada bulan November sebesar 0,45% dengan partisipasi sebesar 0,02%. Deflasi beras terjadi di 26 provinsi.

Deflasi terbesar terjadi di dataran tinggi Papua, harga beras anjlok 4,64%, kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Vidyasanti dalam jumpa pers, Senin (12/02/2024).

Menurut dia, secara historis tekanan inflasi beras pada bulan November menunjukkan penurunan dibandingkan bulan Oktober. Hal ini terjadi dalam tiga tahun terakhir, tepatnya tahun 2022 hingga 2024.

Penyebab deflasi beras karena turunnya harga gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), beras kualitas sedang dan tinggi. Penurunan ini terjadi karena pada bulan November 2024, hasil panen dikumpulkan di beberapa sentra produksi di beberapa daerah.

“Secara nasional, penurunan harga GKP paling dalam terjadi di Bali dan Jambi. Stok di Bali meningkat karena panen Tabanana, sedangkan di Jambi banyak stok gabah di pabrik,” ujarnya.

Hasil panen juga menyebabkan melimpahnya pasokan pabrik. Hal ini menyebabkan turunnya harga gabah di tingkat penggilingan.

“Harga GKG di Sumbar dan Jambi karena stok di pabrik banyak dan produksi di Jambi juga,” ujarnya.

Hal inilah yang menyebabkan harga beras turun atau mengempis, dengan turunnya harga gabah di tingkat petani dan banyaknya persediaan di pabrik.

“Beras kualitas premium dan medium mengalami penurunan,” ujarnya.

Berdasarkan catatan BPS, harga gabah kering panen (GKP) pada November 2024 mengalami penurunan sebesar 1,86%, disusul harga gabah kering giling (GKG) pada November sebesar 1,48% dibandingkan Oktober 2024. .

Harga beras giling pada bulan November juga tercatat mengalami penurunan sebesar 1,23 persen dibandingkan bulan Oktober. Selain itu, harga beras grosir turun 0,81% dan harga eceran turun 0,45%. (memiliki / gambar)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *