Jakarta –

Unit pemantauan KPK Sulityanto menyoroti korupsi dan pengelolaan sumber daya alam (SDA), khususnya hutan, dan bagaimana ekosistem dipengaruhi oleh aktor-aktor korup. Ia meyakini bahwa pola korupsi di sektor kehutanan sedang berubah dari suap langsung menjadi kontrol oleh aktor-aktor yang mempunyai kendali atas keputusan-keputusan penting.

Pandangan tersebut diungkapkan Sulityanto dalam wawancara bertajuk “Korupsi dan Pengelolaan Hutan di Indonesia” di Jakarta, Sabtu (23/11/2024). Ia mencontohkan, korupsi yang terjadi di sektor kehutanan pada awalnya meluas melalui suap, namun kini melibatkan manipulasi undang-undang yang dibuat oleh pengambil keputusan dan pihak berwenang.

“Kita tahu kasus korupsi di bidang kehutanan melibatkan aktor-aktor yang mempunyai kepentingan, ternyata pelaku utamanya adalah beberapa pengusaha ulung pupuk kertas. Pejabat yang melakukan korupsi itu kita tangkap, tapi karena internet dia masih ada, masih ada. tapi karena internet masih ada,” kata Sulityanto.

Sulityanto dalam wawancaranya mengungkapkan, informasi menunjukkan kasus korupsi di sektor kehutanan di Riau melibatkan jaringan korupsi yang melibatkan 201 pelaku. Ia menjelaskan, banyak muncul biaya-biaya tidak wajar akibat praktik korupsi yang berdampak pada banyak jaringan.

“Hubungan informal mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengembangan jaringan sistem sebesar 70%, dana yang terorganisir seringkali meringankan biaya korupsi hubungan baik yang bekerja dalam jaringan itu,” kata Sulityanto. Bagaimana Anda bisa menambang di TN?

Sementara itu, Prof. Bambang Hero S, Guru Besar IPB dan Direktur Regional Pusat Sumber Daya Penanggulangan Kebakaran Hutan Asia Tenggara, menyoroti peran aktor di lapangan yang mendapatkan manfaat dari transparansi dalam ketidakpastian status kawasan hutan. Situasi ambigu ini dibiarkan terus berlanjut sehingga membuka peluang manipulasi oleh aktor koruptor. Bahkan, dalam beberapa kasus, ditemukan ranjau ilegal di taman-taman yang seharusnya dilindungi.

Hal ini terjadi karena aturan pertukaran lahan yang seharusnya dilaksanakan diabaikan sehingga menjadikan operasi tersebut ilegal. Bambang juga mengatakan kelambanan pengelola kerap menghambat kerja kelompok profesi dan penegak hukum dalam menangani permasalahan tersebut.

“Kawasan hutan yang pertama adalah keadaan samar-samar yang dibiarkan dan dihilangkan, kawasan fisik hutan berupa semak, alang-alang, masih disebut kawasan hutan, walaupun lama kelamaan di sana tidak ada pohon alami sehingga seluruh lahan menjadi suram. Misalnya, “Beberapa lokasi pertambangan memang ada di taman, jadi hal seperti ini tidak boleh terjadi,” kata Bambang.

“Keterlibatan aparat dari sektor terkait bagi mereka yang memanfaatkan hutan sangat sederhana, misalnya menggarap lahan di kawasan hutan pasti ada pergantian pekerjaan. Kalau menggarap tidak ada pergantian kerja. , itu ilegal,” tambah Bambang. Saksikan video “Video: DPR Terima Surat Presiden Terkait Capim dan Dewas KPK 2024-2029” (Fem/Fem)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *