Jakarta –

Korea Selatan, yang pernah menjadi model pertumbuhan ekonomi dan reformasi yang pesat, kini sedang bergulat dengan krisis kesuburan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Diprediksi menjadi negara pertama yang menghilang dari dunia.

Angka kelahiran di negeri ginseng ini sangat rendah sehingga jika tren ini terus berlanjut, populasi Korea Selatan bisa menyusut hingga sepertiga populasinya pada akhir abad ini.

Faktor-faktor di balik penurunan angka kelahiran yang mengkhawatirkan di Korea Selatan lebih kompleks. Selain tekanan sosial dan ekonomi, terdapat ketegangan gender yang sudah berlangsung lama.

Awal dari masalah

Semuanya dimulai dengan kebijakan keluarga berencana pada tahun 1960an, ketika pemerintah Korea Selatan khawatir bahwa pertumbuhan penduduk akan melebihi kemajuan ekonomi, demikian yang dilaporkan Economic Times. Untuk mengatasinya, dilakukan upaya-upaya untuk menurunkan angka kelahiran.

Pada saat itu, pendapatan per kapita Korea Selatan hanya 20 persen dari rata-rata dunia, sementara angka kelahirannya tinggi, yaitu enam anak per perempuan. Pada tahun 1982, seiring dengan pertumbuhan ekonomi, angka kesuburan turun menjadi 2,4, yang berada di atas angka kesuburan ideal sebesar 2,1, namun bergerak ke arah yang benar.

Pada tahun 1983, angka kelahiran di Korea Selatan mencapai titik kritis dan menyamai angka penggantian. Sejak itu, angka-angka ini tidak hanya menurun, namun juga menurun drastis.

Pada awalnya, angka kelahiran tampak seperti penurunan yang terkendali, namun kini telah berubah menjadi krisis yang parah, dan hal ini mengkhawatirkan. Menurut para ahli, populasi Korea Selatan akan menurun drastis. Populasi saat ini yang berjumlah 52 juta jiwa mungkin menyusut menjadi 17 juta jiwa pada akhir abad ini.

Menurut beberapa perkiraan, Korea Selatan bisa kehilangan hingga 70 persen populasinya, sehingga negara tersebut hanya berpenduduk 14 juta orang, hal ini mengkhawatirkan dan dapat merusak stabilitas ekonomi.

Strategi Korea Selatan

Korea Selatan terus mengembangkan strategi untuk meningkatkan angka kelahiran. Taktiknya termasuk mendatangkan pengasuh anak dari luar negeri, keringanan pajak besar-besaran, dan menolak mengizinkan pria di bawah usia 30 tahun yang memiliki 3 anak atau lebih untuk memilih keluar dari dinas militer.

Namun cara ini tidak membawa perubahan yang berarti.

Prioritas perempuan di Korea Selatan

Secara khusus, banyak perempuan di perkotaan lebih memilih pengembangan karir daripada memulai sebuah keluarga. Menurut hasil survei negara bagian tahun 2023, hambatan utama bagi pertumbuhan karier perempuan disebut “perjuangan untuk menjadi orang tua” oleh sebagian besar responden.

Dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan semakin banyaknya keluarga yang mengadopsi struktur pendapatan ganda dan meningkatnya peluang pendidikan, perempuan memperoleh kebebasan untuk menikah, memiliki anak, menunda atau bahkan tidak memiliki anak.

Selain itu, pola pikir bahwa keluarga penting dalam mengasuh anak perlahan berubah. Penerimaan terhadap orang tua tunggal telah meningkat dari 22 persen menjadi 35 persen selama dekade terakhir, yang mencerminkan perubahan sikap masyarakat. Namun, hanya 2,5 persen anak di Korea Selatan yang lahir di luar nikah.

BERIKUTNYA: Beban Pekerjaan Rumah. Tonton Video: Tingkat Pernikahan Rendah, Presiden Korea Selatan Bicarakan Program ‘I Live Alone’ (naf/kna)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *