Jakarta –
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenko) Bidang Pembangunan Ekonomi menyampaikan bahwa Indonesia menganut prinsip kebebasan dan ketenagakerjaan selama berada di dalam negeri dan mempunyai nilai tentang keanggotaan Indonesia di organisasi internasional lainnya seperti OECD.
Wakil Direktur Jenderal Kerja Sama Ekonomi Internasional Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Edi Prio Pambudi mengatakan BRICS dan OECD memiliki peran berbeda, meski merupakan dua organisasi dunia.
“Tolong jangan bingung. OECD dan BRICS itu platform yang berbeda. OECD itu pusat perdagangan standar, bukan blok perdagangan, jadi di OECD tidak ada diskusi, yang ada diskusi, diskusi,” jelas Edi. Wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2024).
BRICS adalah sekelompok negara berkembang termasuk Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Kelompok ini dibentuk untuk memperkuat perekonomian, politik dan budaya negara-negara anggotanya, serta untuk mempengaruhi mereka di dunia.
Sedangkan OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Co-operation and Development yang beranggotakan 38 negara. Upaya dan kepatuhan Indonesia terhadap standar OECD diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, seperti meningkatkan investasi, mendorong UMKM bertaraf internasional, dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
“BRICS sendiri sepertinya bukan hanya persoalan finansial saja,” kata Edi.
Edi menegaskan, BRICS memiliki sejarah yang berbeda dan kini dikembangkan dengan tujuan yang lebih luas. Indonesia dilaporkan telah diundang untuk bergabung dengan BRICS, namun memilih untuk mempertahankan posisinya sebagai kekuatan menengah.
“Kita sudah berada di G20, kita middle power, di tengah-tengah. Oleh karena itu kita yakin kita selalu bisa terhubung, menjadi jembatan antara segala hambatan,” kata Edi.
Saat ditanya mengenai langkah BRICS untuk fokus pada de-dolarisasi, Edi mengatakan Indonesia fokus pada perdagangan yang lebih baik. Indonesia telah menetapkan transaksi mata uang lokal (Local Currency Transaction/LCT) sebagai ukuran perdagangan.
Indonesia tidak ingin bergabung dengan negara tertentu yang dapat mempengaruhi keseimbangan perekonomian nasional.
“Jika kita melihat dengan serius, ini adalah bisnis yang menguntungkan. Bagaimana selalu mencari peluang-peluang yang membuat bisnis kita untung, jangan bicara politik konkrit memihak ini atau itu,” imbuhnya.
(bantuan/gambar)