Jakarta –
Kasus penyalahgunaan ketamin menjadi perhatian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia. Kepala BPOM Taruna Ikarar mengatakan, pihaknya terus melakukan kewaspadaan khusus terhadap peredaran zat tersebut.
Tindakan itu diambil setelah ditemukan kejanggalan dan pelanggaran di fasilitas penyaluran dan pelayanan obat.
Taruna mengatakan, “Obat serius ini harusnya diresepkan oleh dokter, harus dikontrol. Dokter tidak boleh sembarangan memberikannya. Harus jelas untuk siapa dan di mana penggunaannya.”
Pengendalian yang ketat ini diharapkan dapat mengurangi penyalahgunaan ketamin di masyarakat.
Menurut Alcohol and Drug Foundation, ketamin adalah obat bius yang biasa digunakan oleh para profesional medis dan dokter hewan.
Ketamine mempunyai fungsi penting dalam dunia medis khususnya pada prosedur anestesi. Namun hal tersebut tidak lepas dari penyalahgunaannya.
Ketamine sering disalahgunakan secara ilegal untuk tujuan rekreasi. Penyalahgunaan ini dapat menimbulkan efek samping berbahaya mulai dari tekanan psikologis hingga risiko kesehatan yang serius.
Sebagai obat rekreasional, ketamin mempengaruhi kesadaran seseorang, menciptakan rasa keterpisahan dari tubuh dan menghasilkan halusinasi yang mirip dengan efek psikedelik.
Data prevalensi ketamin menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2022, 134.000 alat suntik keton akan didistribusikan ke fasilitas medis. Pada tahun 2023, jumlah tersebut akan meningkat menjadi 235 ribu botol, yang berarti meningkat sebesar 75 persen.
Tren ini akan berlanjut pada tahun 2024 dan distribusinya mencapai 440 ribu botol atau meningkat 87% dibandingkan tahun lalu.
Menurut Taruna Ikarar, Kepala BPOM, pertumbuhan tersebut tercermin dari penyaluran ke apotek yang meningkat sebesar 246 persen pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya.
Trennya sangat memprihatinkan, meningkat hampir 100% dalam satu tahun. Menurut saya, tren peningkatan distribusi keton berada pada level yang sangat mengkhawatirkan.” Kata pemuda itu.
(kna/kna)