Jakarta –
Menteri Pertanian Andy Amran Suleiman memaparkan kiprahnya dalam meningkatkan produksi pertanian pada Agustus hingga Oktober 2024. Faktanya, kondisi pertanian saat itu diliputi kekhawatiran terkait peristiwa El Niño dan La Niña.
Amran mengatakan, saat terjadi El Niño merupakan masa kritis bagi pertanian. Selain itu, ancaman La Niña pun segera terjadi setelahnya.
“El Nino pada tahun 2024. berat, ada kemarau tiga kali, tapi ada anomali, kalau BPS, bukan kita, ada kenaikan produksi di bulan Agustus, September, Oktober. katanya. kata Amran usai rapat koordinasi (Rakor) dengan Menteri PU dan Kasad TNI di kantor Kementerian Pertanian di Jakarta, Kamis (12 Mei 2024).
Amran mengatakan, peningkatan produksi cukup tajam. Faktanya, produksi saat ini lebih tinggi dibandingkan iklim normal. Alhamdulillah gerakan kami masif, ujarnya.
Ia juga menyoroti kondisi deflasi pangan. Menurutnya, kondisi tersebut menjadi pertanda produksi memang meningkat.
“Anomali juga, terjadi di luar musim. Maksudnya apa? Produksi memang meningkat dan itu data BPS,” ujarnya.
“Kami di bidang pertanian tidak lagi mempublikasikan data yang berasal dari BPS. Kemarin sudah diserahkan Menteri Dalam Negeri. Dan BPS bertemu dengan gubernur dan bupati seluruh Indonesia. Oleh karena itu, kami yakin produksi akan meningkat seiring dengan pergerakan kami. lanjutnya.
Sebagai informasi, dengan kondisi El Niño yang memperparah kekeringan di berbagai wilayah, Badan Pusat Statistik (CSTA) mencatat adanya anomali deflasi pada Gambar. Pada bulan November 2024 harga beras akan turun sebesar 0,45% dengan sumbangan deflasi sebesar 0,02%.
Deflasi ini terjadi di 26 provinsi, dengan penurunan terdalam terjadi di Dataran Tinggi Papua sebesar 4,64%. Plt. Kepala BPS Amalia Adiningar Vidyasanti menjelaskan anjloknya harga ini disebabkan adanya panen raya di sejumlah sentra produksi.
“Gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) mengalami penurunan harga, termasuk beras kelas menengah dan premium,” kata Amalia dalam keterangan tertulis, Selasa (12/3/2024).
Lebih lanjut ia menjelaskan, panen di beberapa daerah seperti Bali dan Jambi memberikan kontribusi yang signifikan. Penyebab deflasi beras adalah turunnya harga gabah kering panen, gabah kering giling, beras kualitas sedang dan tinggi.
Harga gabah kering panen mengalami penurunan sebesar 1,86% secara bulanan (mom) dan sebesar 6,18% secara tahunan (y-o-y). Pada saat yang sama, harga gabah kering giling menjadi lebih murah sebesar 1,84% dalam sebulan dan 8% dalam setahun. Kemudian rata-rata harga giling beras pada bulan November 2024. turun 1,23% bulan ke bulan dan 3,79% tahun ke tahun.
“Secara nasional, penurunan harga GKP paling dalam terjadi di Bali dan Jambi. Di Bali stoknya meningkat seiring panen Tabanan, Jambi banyak stok gabah di penggilingan,” ujarnya.
Deflasi ini merupakan fenomena unik mengingat tekanan inflasi pada beras cenderung meningkat pada musim kemarau. Namun tahun ini, program Intensifikasi, Perluasan dan Pemanfaatan Teknologi dan Mekanisasi Rawa Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil mempertahankan produksi yang stabil.
(acd/acd)