Jakarta –
Penjualan mobil baru akan menghadapi tantangan berat tahun depan. Itu sebabnya beberapa pabrikan, termasuk Hyundai, sepakat untuk membatalkan program Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM DTP) yang disponsori pemerintah.
Meski demikian, Hyundai berharap program relaksasi tersebut disusun secara matang. Misalnya, besaran ‘rebate’ yang tidak sama berdasarkan tingkat kandungan lokal kendaraan (TKDN), tingkat emisi, dan total investasi perusahaan di Indonesia.
Jadi dari Hyundai kita ngobrol dengan teman-teman, semoga insentif pemerintah bisa menggairahkan investasi yang ada, kata Franciscus Sorzopranoto, chief operating officer (COO) PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) di SCBD, Jakarta Pusat.
“Karena investasi pemerintah harus ada tujuannya, pertama ramah lingkungan. Semakin ramah lingkungan semakin baik. Kedua, investasi atau TKDN. Semakin banyak kandungan lokal maka semakin banyak nilai yang kita dapat,” imbuhnya.
Menurut Perancis, hadirnya ‘subsidi’ menarik minat konsumen untuk membeli kendaraan baru. Bahkan, mereka yang tidak punya niat membeli bisa jadi tiba-tiba berubah pikiran setelah melihat harganya yang murah, ujarnya.
“Tapi ada satu catatan, kalau ada kebijakan penghapusan atau pengurangan PPnBM harus diperhitungkan. Apakah mobil lebih ramah lingkungan agar mendapat insentif yang lebih baik? Jadi ada bedanya,” ujarnya.
Lalu bedanya, (besarnya) investasinya, karena Hyundai investasinya besar, ada yang berupa pabrik dan baterai, kemudian dalam bentuk produk, tambah Prancis.
Kini pemerintah telah mengumumkan insentif bagi industri otomotif Tanah Air. Promosi mobil listrik akan dilanjutkan tahun depan dengan skema yang sama seperti tahun ini. Sedangkan mobil hybrid dijamin mendapat potongan PPnBM sebesar tiga persen. Artinya, pemerintah akan menanggung tiga persen biaya PPnBM untuk mobil hybrid. Insentif ini berlaku mulai 1 Januari 2025. Tonton video “Review Hyundai Tucson Hybrid: SUV Medium dengan Mesin Irit (sfn/dry)!”