Jakarta –
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia selama November mencapai US$24,01 miliar, atau turun 1,70% dibandingkan Oktober 2024. Sementara itu, nilai impor pada bulan November mencapai 19,59 miliar dollar AS, turun 10,71% dibandingkan tahun sebelumnya. bulan. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia bersaldo positif sebesar US$4,42 miliar atau bersaldo positif selama 55 bulan berturut-turut.
Plt Ketua BPS Amalia Adininggar Vidyasanti mencatat, pada November 2024, perubahan harga komoditas di pasar internasional secara umum akan terlihat berbeda. Penurunan harga bulanan terjadi pada komoditas energi, logam mineral, dan logam mulia, dengan harga pertanian naik sekitar 1,75%, didorong oleh kenaikan harga minyak sawit, kakao, dan kopi.
“PMI manufaktur di beberapa mitra dagang utama menunjukkan pelemahan pada November 2024, sedangkan PMI Tiongkok dan India masih berada di wilayah ekspansif,” kata Amalia di kantor BPS Jakarta, Senin (16/12/2024). .
Amalia melaporkan nilai ekspor mencapai USD 24,01 miliar pada November 2024, turun sekitar 1,70% dibandingkan Oktober 2024. Nilai ekspor migas tercatat sebesar US$1,32 miliar atau turun 2,10%, sedangkan nilai ekspor nonmigas juga turun 1,67% dengan nilai US$22,69 miliar.
Kemudian terjadi penurunan nilai ekspor pada bulan November secara bulanan, terutama disebabkan oleh nilai ekspor nonmigas terutama lemak nabati dan minyak hewani, bijih logam, terak dan abu, tembaga serta hasil pengolahannya. .
Namun secara tahunan, nilai ekspor akan meningkat sebesar 9,14% pada November 2024. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan ekspor nonmigas terutama nikel dan produknya, mesin dan peralatan mekanik beserta bagian-bagiannya, serta mesin dan peralatan listrik beserta bagian-bagiannya.
Sedangkan menurut Amalia, total ekspor nonmigas pada November 2024 mencapai US$22,69 miliar dengan rincian berdasarkan sektornya sebagai berikut:
Pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang US$0,58 miliar, sektor pertambangan dan lainnya menyumbang US$3,84 miliar, serta sektor manufaktur menyumbang US$18,27 miliar.
Penurunan bulanan terjadi di semua sektor. Penurunan nilai ekspor nonmigas terutama terjadi pada sektor industri pengolahan yang turun 0,92% dengan pangsa -0,70%. Penurunan bulanan ini terutama disebabkan oleh minyak sawit, tembaga, kendaraan roda empat dan lainnya, serta bubur kertas.
“Secara tahunan, semua sektor mengalami pertumbuhan. Peningkatan nilai ekspor nonmigas secara tahunan terutama disebabkan oleh peningkatan nilai ekspor industri pengolahan yang sebesar 13,88% dan memberikan kontribusi sebesar 10,12%,” kata Amalia.
Ia menambahkan, untuk ekspor komoditas nonmigas yang memimpin, ekspor bulanan batu bara dan besi dan baja meningkat, sedangkan CPO dan turunannya mengalami penurunan. Setiap tahunnya, ekspor besi dan baja, serta CPO dan turunannya semakin meningkat, sedangkan batubara justru menurun.
Biaya ekspor batubara meningkat sebesar 3,83% pada bulan tersebut dan turun sebesar 4,43% pada tahun ini. Nilai ekspor besi dan baja meningkat sebesar 6,91% bulan ke bulan dan meningkat sebesar 5,12% tahun ke tahun. Nilai ekspor CPO dan turunannya turun 11,76% secara bulanan dan meningkat 2,24% secara bulanan.
Amalia kembali menunjukkan total volume ekspor Januari-November 2024 mencapai US$241,25 miliar atau meningkat 2,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor nonmigas mencapai 226,91 miliar dolar. AS atau meningkat 2,24%, sedangkan ekspor migas mencapai 14,34 miliar dolar. AS, turun 0,71%.
“Jika dilihat berdasarkan sektor, peningkatan kumulatif nilai ekspor nonmigas terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang menjadi faktor utama membaiknya indikator ekspor nonmigas sejak Januari. hingga November 2024. dengan kontribusi masing-masing sebesar 3,40% dan 0,46%,” kata Amalia.
Ia menambahkan, jika melihat negara dan wilayah utama tujuan ekspor, nilai ekspor nonmigas ke China tercatat sebesar US$54,44 miliar atau lebih rendah 3,76% dibandingkan Januari-November tahun lalu. Pada Januari hingga November 2024, ekspor nonmigas ke Amerika, India, dan Uni Eropa mengalami peningkatan. Pada saat yang sama, ekspor ke kawasan ASEAN mengalami penurunan.
Sementara itu, total nilai impor pada November mencapai 19,59 miliar dolar AS atau turun 10,71% dibandingkan Oktober 2024. Impor migas sebesar US$2,57 miliar atau turun 29,88% bulan ke bulan, sedangkan impor nonmigas sebesar US$17,02 miliar, juga turun 6,87% bulan ke bulan.
Penurunan nilai impor setiap bulannya disebabkan oleh penurunan nilai impor tidak terkait migas sebesar -5,72% dan penurunan nilai impor migas dengan kontribusi sebesar -4,99. %.” kata Amalia.
Amalia menambahkan, secara tahunan, biaya impor akan meningkat sebesar 0,01% pada November 2024. Nilai impor migas mengalami penurunan sebesar 26,32%, dan impor nonmigas meningkat sebesar 5,71%. “Jika kita melihat peningkatan nilai impor barang nonmigas setiap tahunnya, hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan volume,” tuturnya.
Sedangkan untuk impor, demikian kata Amalia, pada November 2024 konsumsi segala jenis barang impor akan mengalami penurunan setiap bulannya. Secara tahunan, barang konsumsi dan bahan baku penolong mengalami peningkatan, sedangkan barang modal mengalami penurunan.
Secara bulanan, nilai impor barang konsumsi turun 0,84%, sedangkan bahan baku penolong yang menyumbang setidaknya 71,56% dari total impor pada November 2024 juga turun 11,97% secara bulanan. Barang modal juga turun 10,77% secara bulanan.
Secara tahunan, nilai impor barang konsumsi meningkat sebesar 0,62%, bahan baku penolong meningkat sebesar 0,68%, dan impor barang modal mengalami penurunan sebesar 2,90% secara tahunan.
“China masih menjadi sumber utama impor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 38,35% terhadap total impor nonmigas Indonesia. Impor nonmigas Tiongkok mencapai US$6,53 miliar dibandingkan bulan sebelumnya, nilai yang lebih tinggi pada peringkat kedua, disusul Jepang dan Amerika Serikat pada peringkat ketiga dengan pangsa impor masing-masing sebesar 8,76% dan 4,47%. Biaya impor nonmigas dari kawasan Uni Eropa mengalami penurunan baik secara bulanan maupun. setiap tahunnya,” ujarnya.
Secara keseluruhan, total impor Indonesia mencapai US$212,39 miliar, meningkat 4,74% year-on-year. Kenaikan biaya ini terjadi baik pada impor migas maupun impor nonmigas.
Total nilai impor bahan baku penolong sebesar 154,67 miliar dollar AS, meningkat 4,96% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara jika dilihat dari negara asal impor utama, peningkatan nilai impor terjadi dari Tiongkok, Singapura, dan ASEAN. Sementara impor Indonesia dari Jepang dan Uni Eropa mengalami penurunan.
“Pada November 2024, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar US$4,42 miliar, meningkat sebesar US$1,94 miliar secara bulanan. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus selama 55 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Amalia. . lagi.
Amalia menambahkan, neraca perdagangan positif pada November 2024 lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu. Situasi surplus pada bulan November 2024 ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas, dengan komoditas utama penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati, serta besi dan baja.
“Pada saat yang sama, neraca komoditas perdagangan migas mencatat defisit sebesar 1,25 miliar dolar AS yang tentunya dikontribusi oleh minyak dan produk minyak,” tutupnya. (bantuan/rd)