Jakarta –
Seorang wanita bernama H (44 tahun) harus mengidap human immunodeficiency virus (HIV) sepanjang hidupnya. Ia mengaku tertular HIV dari mantan suaminya.
“Saya akhirnya menyadarinya ketika kondisi saya memburuk. Saya akhirnya dites (HIV) dan tertular dari (mantan) suami saya,” kata H saat bercerita kepada Detikum di Jakarta Pusat, Minggu (12/8/2024).
Sebelumnya, H tidak mengetahui secara pasti apa itu HIV dan bagaimana penyakit ini dapat memperburuk kesehatannya. Namun setelah kondisinya memburuk, ia memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter.
“Dulu tes HIV tidak seperti sekarang, tesnya memakan waktu dua minggu, jadi saya menunggu tanggal 15 Februari 2008. Ternyata saya positif HIV. “Umat manusia positif mengidap AIDS stadium IV,” kata H.
Karena H. mengetahui ada HIV di tubuhnya, dia tidak bisa berpikir jernih. Namun, dokter terus memberinya obat antiretroviral untuk mencegah virus tersebut semakin merusak tubuhnya.
“Saya pikir saya akan mati karena HIV pada saat itu,” katanya, “tetapi saya memakai obat antiretroviral dan ternyata berat badan saya bertambah empat kilogram setelah dua minggu memakainya.”
Ia melanjutkan: “Setiap bulan saya bertanya kepada dokter: Kapan saya akan meninggal, dokter? Dan berapa lama saya akan hidup?”
Sebelum mencoba sendiri, H melahirkan salah satu putrinya pada tahun 2007. Namun, karena dia mungkin tidak memiliki gejala HIV, dia juga menularkan virus tersebut kepada anaknya.
“Saya masih seorang ibu rumah tangga yang naif (saat itu). Saya konfirmasi ke pasangan saya (mantan suami) bahwa anak kami positif HIV. Pasangan saya hanya berkata, ‘Iya, padahal HIV tidak datang dari salah satu dari kami.” kata H.
Ia melanjutkan: “Pada tahun 2007 tidak ada tes bagi perempuan hamil untuk tes HIV seperti saat ini. Jadi saya melewatkan ujiannya. Jadi saya melahirkan secara alami, mendapat ASI, bahkan susu formula campuran.”
Diakui H, terbatasnya informasi mengenai HIV di keluarganya saat itu membuat anaknya tidak mendapat pengobatan yang tepat, sehingga berujung pada “kematian” anaknya dua minggu setelah infeksinya terungkap.
“Saat anak pertama kali menunjukkan tanda-tanda infeksi HIV, dokter meminta kami untuk melakukan tes, namun suami saya menolak. Oleh karena itu, hanya anak saya yang dites dan hasilnya positif,” ujarnya.
Berikutnya: Diskriminasi terhadap penyintas HIV
(dpy/kna)