Jakarta –
H (44), wanita cantik asal Tangerang, Provinsi Banten, sudah mengidap human immunodeficiency virus (HIV) selama kurang lebih 16 tahun.
Melalui dticcom, perempuan tersebut mengaku tertular HIV dari mantan suaminya. Dia bukan satu-satunya, anak ketiganya juga mengalami situasi yang sama.
“Tahun 2007, masih belum ada tes ibu hamil untuk tes HIV seperti sekarang. H kepada Detikcom di Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2024).
“Yang saya tidak tahu, anak saya juga dites HIV. Saya pergi ke puskesmas dan dokter berkata, ‘Kak, tolong obati anakmu karena dia mengidap (HIV),’ tambahnya.
Diakui H, pengetahuannya tentang HIV saat itu masih kurang baik sehingga ia dan suaminya harus menerima kematian anaknya karena virus tersebut tidak diobati.
Sejak saat itu, tubuh H mulai menunjukkan gejala HIV. Ia mengaku mengalami penurunan berat badan hingga 36 kilogram, kandidiasis (infeksi jamur) di tenggorokan, anemia berat, batuk dan pilek kronis, serta diare selama tiga bulan.
“Dulu tes HIV tidak seperti sekarang, tesnya satu jam, dulu dua minggu, jadi saya tunggu, seperti yang saya katakan tadi, tanggal 15 Februari 2008, saya buka hasilnya, ternyata mengetahui bahwa saya mengidap HIV dengan AIDS stadium 4, “H.
Setelah menerima hasil tersebut, H mengira dirinya mungkin meninggal karena HIV. Namun, dia tidak meninggalkan situasi tersebut. H meminum obat ARV (antiretroviral) secara rutin dari dokter.
“Saat itu saya pikir saya mungkin mati karena HIV. Tapi saya minum ARV, saya meminumnya, dan ternyata setelah dua minggu minum, berat badan saya bertambah empat kilogram,” katanya.
“Setiap bulan saya bertanya kepada dokter, ‘Dokter, kapan saya akan meninggal? Berapa lama saya akan hidup?’ ” tambahnya.
Namun dalam keadaan seperti ini H memilih untuk tidak menyerah. Citra ibu dan anak menjadi alasan kuat mengapa ia terus berjuang hingga saat ini.
Sekali lagi: diskriminasi yang dialami oleh penyintas HIV
(dpy/permukaan)