Jakarta –
Pemerintah menyatakan hanya barang dan jasa mewah yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Misalnya pangan premium, layanan kesehatan premium, pendidikan premium, dan listrik untuk konsumen dalam negeri daya 3500 VA-6600 VA.
Namun pengusaha mempunyai pandangan berbeda. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pada dasarnya semua barang dan jasa dikenakan PPN sebesar 12 persen, sedangkan barang mewah hanya sebatas nama.
“Secara umum memang terkena dampaknya 12%, tapi ada beberapa makanan pokok yang tidak terdampak. Jadi pokoknya semuanya terdampak 12%. Bisa dilabeli barang mewah atau bahan premium, tapi hampir semuanya terdampak 12%,” kata Ketua Apindo Shinta V. Kamdani ditemui di kantor Apindo Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Shinta meyakini PPN sebesar 12 persen akan mempengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2024, jumlah masyarakat kelas menengah dan menengah di Indonesia akan mencapai 66,35 persen dari total penduduk Indonesia.
Nilai pengeluaran konsumsi kedua kelompok ini menyumbang 81,49 persen dari total konsumsi negara. Menurut dia, tarif tersebut akan diturunkan sementara beban PPN sebesar 12 persen.
“Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 diperkirakan akan meningkatkan tekanan terhadap daya beli masyarakat yang tentunya akan memperburuk keadaan,” tutupnya.
Tonton video “Video: Pemerintah berikan insentif PPN sebesar Rp 265,6t untuk materi pendidikan dasar” (ada/hns)