Jakarta –
Asosiasi Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) meminta pemerintah tidak segera menerapkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025.
Pj Ketua Hipindo Fethi Kwartati mengatakan mayoritas anggotanya meminta pemerintah tidak segera menerapkan pajak pertambahan nilai 12%. Oleh karena itu, ia meyakini situasi perekonomian masih penuh tantangan. Fetty menjelaskan, sebagian besar pengecer yang menyuarakan kebijakan tersebut adalah sektor makanan dan minuman (B&B).
“Teman-teman, dari Hippindo itu berubah. Semua dari kalangan menengah ke atas, dari kategori fashion, dan dari kategori F&B, tentu saja semua meminta kita untuk tidak melakukannya saat ini karena situasi ekonomi saat ini sedang sulit tidak akan sesulit ini dari segi PPN,” kata Fethi saat ditemui di Sarinavir, Jakarta Pusat, Senin. (2024/12/23).
Ia memperkirakan kinerja industri ritel pada tahun 2025 masih penuh tantangan. Hal ini juga disebabkan oleh masih belum stabilnya daya beli masyarakat, khususnya pengecer yang menyasar konsumen kelas menengah ke bawah.
“Di tahun 2025 diperkirakan daya beli masih ketat, tapi kalau Hippindo sebagai asosiasi ritel, keanggotaannya juga akan berubah. Tapi ada yang akan berpengaruh dan ada yang tidak berpengaruh dibandingkan masyarakat kelas menengah, jelas Fetty.
Sebelumnya, Menteri Perekonomian Kabinet Merah Putih menggelar konferensi pers mengenai paket kebijakan ekonomi pada Senin (16 Desember 2024). Salah satu agendanya adalah pemberlakuan pajak pertambahan nilai sebesar 12%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mengenakan tarif PPN sebesar 12% yang berlaku umum mulai 1 Januari 2025. Hal ini berdasarkan kewajiban pengaturan PPN pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perpajakan. Harmonisasi Peraturan (UU HPP). ).
“Pajak pertambahan nilai tahun depan akan dinaikkan sebesar 12% pada 1 Januari, namun untuk produk yang dibutuhkan masyarakat, pajak pertambahan nilai akan diturunkan atau menjadi 0%,” kata Airlangga dari Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian Jakarta Pusat. katanya. (buah ara/buah ara)