Jakarta –

Pemerintah diharapkan tetap memperbolehkan pengoperasian truk gardan tiga ke atas selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) agar tidak membatasi pasokan barang-barang kebutuhan pokok.

Anggota Komisi VII DP Bambang Hario Sokartono berharap pemerintah segera mengkaji kebijakan pelarangan truk logistik 3 gandar ke atas setiap hari raya keagamaan. Apalagi saat Natal atau akhir tahun, kata dia, kebijakan pelarangan tersebut perlu ditinjau ulang, mengingat di akhir tahun biasanya industri harus bekerja keras untuk memenuhi target tahunannya.

Oleh karena itu, di akhir tahun para pengusaha berusaha meningkatkan penjualannya atau menyelesaikan proyek-proyek yang harus diselesaikan pada akhir tahun. Artinya, pengangkutan logistik mereka tidak boleh terhambat atau terhenti,” kata Bambang di Jakarta. , Rabu (20 November 2024).

Menurut Bambang, jika ada pelarangan truk 3 gardan berarti distribusi barang dari pabrik ke konsumen juga akan terganggu. Juga untuk mengangkut bahan mentah ke pabrik. “Jadi tidak boleh ada kejadian yang mengganggu transportasi logistik atau proses industri hilir,” ujarnya.

Menurutnya, logistik ini sangat diperlukan agar tidak terjadi kekurangan barang yang dibutuhkan masyarakat. “Jika terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand maka akan menyebabkan kenaikan harga komoditas sehingga menimbulkan inflasi,” ujarnya.

Menurut Bambang, jika industri terganggu dengan kebijakan pelarangan truk 3 gardan maka kontribusinya terhadap perekonomian nasional juga akan menurun. “Ini sama saja dengan menghambat rencana pemerintahan baru saat ini yang ingin menetapkan pertumbuhan ekonomi di level 8 persen. Dengan adanya kebijakan pelarangan maka pertumbuhan ekonomi tidak akan maksimal,” tegasnya.

Bambang menambahkan, pemerintah hanya perlu mengatur lalu lintas. Misalnya saja pada jalan tol menuju Pulau Jawa yang bisa melewati 3 jalur yaitu utara, tengah dan selatan, diatur kendaraan mana yang akan lewat di sana. “Misalnya truk tiga gardan bisa diarahkan ke jalur utara karena terhubung langsung atau terintegrasi dengan pelabuhan-pelabuhan besar di Jawa Utara. Kendaraan kecil dan sepeda motor bisa dialihkan ke jalur tengah dan selatan, sehingga kepadatan bisa terdistribusi,” ujarnya.

Sedangkan untuk jalur Sumatera, lanjutnya, jalan bagian barat dapat digunakan untuk kendaraan kecil dan sepeda motor, sedangkan jalan timur dapat digunakan untuk jalan truk.

Selain itu, menurutnya bisa juga diselenggarakan dengan timesharing. Misalnya, truk bisa berjalan dari malam hingga pagi. Sementara kendaraan kecil dan sepeda motor bisa melaju dari pagi hingga sore hari. Makanya tidak bersinergi. Karena kalau terjadi bersamaan akan terjadi kepadatan yang berujung kemacetan, ujarnya.

Lanjutnya, peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan dengan dibantu Dinas Perhubungan dan Kepolisian adalah bersama-sama mengarahkan kendaraan ke jalur-jalur sepi. “Jadi bukannya menghentikan atau melarang semua angkutan tiga poros di seluruh Indonesia seperti yang terjadi sekarang. Padahal, kemacetan selama ini hanya terjadi di Jawa Utara,” ujarnya.

Bambang mengatakan negara asing seperti China dan Jepang tidak pernah menerapkan kebijakan pelarangan truk logistik seperti Indonesia. “Jadi tidak ada yang namanya hari raya keagamaan yang mengganggu logistik di sana. Kemenhub harus mengkaji bagaimana langkah ini bisa diterapkan di Indonesia,” ujarnya. (yyyy/yyyy)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *