Jakarta –
Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 menimbulkan kekhawatiran para pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebab, kondisi penjualan yang saat ini sedang terpuruk diperkirakan akan semakin buruk.
Salah satu warga muslim yang berjualan pakaian di Pasar Blok A Tanah Abang, Tomi mengatakan, situasi penjualan di pasar tersebut kini sedang dalam keadaan yang sangat buruk. Menurut dia, tingginya tarif PPN dikhawatirkan akan meningkatkan harga jual produknya.
“Saat ini persoalan pajak agak sulit bagi kami, dengan kondisi pasar seperti itu,” kata Tomi saat ditemui detikcom, Jumat (22 November 2024).
“Harga barang pasti naik, tidak ada yang naik. Pokoknya kalau pajak naik, semuanya naik,” ujarnya lagi.
Kenaikan harga ini membuat Tom khawatir akan membuat belanja masyarakat menjadi lebih terjangkau. Situasi ini otomatis bisa membuat penjualan semakin membosankan.
“Ibaratnya kalau ini naik sampai Rp 5.000, kalau beli satu perahu atau selusin naik berapa? Itu juga membuat mereka berpikir, di Pasar Tanah Abang pun orang beli grosir.” ” jelasnya.
Selain itu, ada kekhawatiran pedagang akan semakin memanfaatkan situasi pelanggan kecil ini dan meminta harga lebih murah. Karena mengetahui situasi pasar saat ini sedang tidak bagus, para pedagang pun rela menjual produknya dengan harga murah.
“Dulu misalnya kita beli 100.000 rubel, sekarang kita jual 80.000 rubel, itupun kita negosiasi lagi 35.000, 50.000 rubel, setelah negosiasi harga maksimal 55.000 rubel, kita jual dengan harga tersebut, mereka berani bernegosiasi. itu hanya Rp 5.000, Rp.
Berdasarkan hal tersebut, Pito yang berjualan tas dan aksesoris di Pasar Blok B Tanah Abang juga mengatakan, kondisi pedagang pasar kurang baik. Oleh karena itu, menaikkan tarif pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen sulit dilakukan oleh pengusaha.
“Ini memberatkan pengusaha. Bukannya kita tidak mendukung program-program tersebut. Masalah ini sudah sulit, menyulitkan perekonomian kita. Saya ingin sekali mengatakannya apa adanya. Pengusaha itu seperti sebuah kata, mereka’ itulah segalanya dan akhir segalanya,” katanya.
“Belum pernah pajak. Saya ingat kalau harga BBM naik sampai Rp 10.000 itu berdampak pada transportasi. Enggak mungkin yang kirim barang Rp 200.000 kalau BBMnya habis. Masih Rp 200.000 kan?”
Oleh karena itu, menurut Pito, pemerintah harus menunda rencana kenaikan pajak pertambahan nilai dari 11 persen menjadi 12 persen. Setidaknya hingga saat ini perekonomian perusahaan dan masyarakat mulai membaik. “Iya kalau kenaikan pajaknya ditunda karena kenaikan 1 persen saja berdampak pada masyarakat, ya saya bilang ke orang kaya, tidak boleh ada pajak, naikkan saja harga BBM, dan semuanya akan naik,” ujarnya. menutupnya. . (fdl/fdl)