Jakarta –
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut mendapat respon beragam dari masyarakat, bahkan tidak sedikit yang menolak kebijakan tersebut.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan beberapa dampak positif dari kenaikan PPN. Berdasarkan kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, diperkirakan PPN sebesar 12% akan berdampak positif pada empat hal.
Keempat faktor tersebut antara lain penambahan jumlah pekerja, penambahan jumlah pekerja, kenaikan PPh 21 per tahun, dan penurunan harga.
“Pasca kenaikan harga, pasar tenaga kerja terus berkembang, daya beli meningkat, dan inflasi terkendali pada tingkat rendah,” kata Kementerian Keuangan, Rabu (25/12/2024).
Berdasarkan statistik yang dirilis Kementerian Keuangan, mengenai peningkatan jumlah pegawai antara tahun 2015-2019, terjadi peningkatan sebesar 2,4 juta pegawai per tahun atau meningkat sebesar 2,0%. Kemudian, ketika PPN 11% diberlakukan pada tahun 2022, indikator ini akan meningkat menjadi 3,2% atau 4,2 juta pekerja.
Setelah itu rata-rata pertambahan jumlah pegawai pada tahun 2023-2024. mencapai 4,7 juta pekerja pada tahun 2016, atau meningkat sebesar 3,4%. Artinya dibandingkan kenaikan PPN menjadi 11%, sangat tinggi.
Lebih lanjut berbicara mengenai peningkatan jumlah pekerja tetap, 2015-2019 pada tahun 2011 rata-rata peningkatan per tahunnya mencapai 1,9 juta pekerja atau meningkat sebesar 3,8%. Sebaliknya, dengan diberlakukannya PPN 11%, indikator ini meningkat sebesar 3,6% atau 1,9 juta pegawai. Setelah itu, rata-rata pertumbuhan tahunan dari tahun 2023 hingga 2024 adalah 3,6 juta pekerja atau meningkat 6,4%.
Berdasarkan perkembangan PPh 21, rata-rata pertumbuhan tahunan dari tahun 2015 hingga 2019 adalah sebesar Rp8,5 triliun atau meningkat sebesar 7,2%. Saat ini, dengan diberlakukannya PPN 11%, angka tersebut meningkat 16,3% atau Rp 24,5 triliun. Setelah itu, rata-rata pertumbuhan tahunan pada tahun 2023 hingga 2024 sebesar Rp33,2 triliun atau meningkat 19,35%.
Kemudian dari sisi inflasi antara tahun 2015-2019 rata-rata kenaikan tahunannya sebesar 3,17%. Sebaliknya, dengan diberlakukannya PPN 11% pada tahun 2022, indikator ini akan meningkat sebesar 5,51%. Setelah itu, rata-rata pertumbuhan tahunan pada tahun 2023-2024 sebesar 2,08%.
Untuk lebih jelasnya, tambahan PPN ini sendiri sesuai dengan petunjuk sistem PPN dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Penyesuaian Peraturan Perpajakan (UU HES). Pemerintah telah sepakat kenaikan PPN tidak akan digunakan pada barang konsumsi dan kebutuhan sehari-hari untuk masyarakat.
Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto pernah menjelaskan alasan dibalik kenaikan PPN menjadi 12%. Menurutnya, hal itu penting untuk menjaga stabilitas ekonomi, perlindungan sosial, dan mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Hal ini diharapkan dapat dicapai dengan meningkatkan pendapatan negara.
“Peningkatan pendapatan masyarakat di bidang perpajakan penting untuk mendorong program Asta Cita dan prioritas Presiden terhadap kedaulatan dan ketahanan pangan dan energi,” kata Airlangga dalam konferensi pers Kebijakan Paket Berita di kantornya. Jakarta, Senin (16/12/2024).
Selain itu, penting pula untuk berbagai program pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan program terkait gizi, ujarnya.
Airlangga juga memastikan kebijakan perpajakan ini mengikuti prinsip berkeadilan dan gotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Insentif lain juga diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, mulai dari pembebasan PPN barang sehari-hari hingga bantuan bagi UKM. (shc/rd)