Jakarta –

Ketua Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, kebijakan perubahan Pajak Pertambahan Nilai dan PPN dari 11% menjadi 12%, yang akan diterapkan mulai tahun depan, tidak berdampak pada pangan pokok strategis, khususnya di dalam negeri. beras yang dihasilkan. .

Arief menjelaskan, beras yang dikenakan PPN 12 persen merupakan beras impor khusus. Misalnya saja beras untuk hotel atau restoran.

“Sesuai pemaparan Kementerian Keuangan sebelumnya, beras tunai sudah termasuk PPN, artinya beras khusus yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri. Terdaftar sebagai subjek PPN.” Terdaftar sebagai subjek PPN Tidak dikenakan PPN “Tujuannya agar kami tetap dapat menjaga imbal hasil yang baik bagi petani lokal kami,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu 25/12/ 2024.

Ciri-ciri beras akan ditentukan dalam Undang-Undang Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 2 Tahun 2023. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa beras umum merupakan beras pendapatan dan beras medium, dan akan ditentukan berdasarkan variasi gabah dan kualitas gabah rusak.

Oleh karena itu, NFA meminta Kementerian Keuangan mengenakan PPN sebesar 12% hanya pada beras khusus tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan ayat 5 pasal 3 Bagian I Perbadan 2 Tahun 2023.

“Permintaan beras premium di seluruh masyarakat kita tinggi, distribusinya ada di semua lini pasar. Jadi ini yang menjadi perhatian pemerintah, agar tidak dianggap sebagai produk mewah, dan tidak dikenai PPN, karena sebelumnya, kata Presiden NFA Arief Prasetyo Adi.

Menteri Pangan dan Pertanian Zulkifli Hasan (Zulhas) saat itu memastikan beras mahal yang diproduksi atau diimpor akan dikenakan PPN. Salah satunya nasi Shirataki dari Jepang misalnya.

Jadi yang harga, nasi medium tidak terpengaruh (PPN 12%). Jadi yang suka makanan Jepang, Shirataki, menurut saya, kata Zulhas dalam Rakor Konferensi CPP 2025, Senin lalu. (rd/rd)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *