Jakarta –
Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda membeberkan detail lemahnya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan kenaikan PPN sebesar 12% yang diusulkan pemerintah Indonesia melalui surat terbuka.
Dalam surat terbukanya kepada pemerintah, Nailul Hooda mengungkapkan pertumbuhan pemanfaatan perumahan melambat dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan konsumsi dalam negeri mencapai 5,15% pada tahun 2014. Sedangkan pada tahun 2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,8%.
“Meskipun pemerintahan Jokowi mengatakan, inflasi sangat rendah. Namun konsumsi domestik kita terus berlanjut, yang menunjukkan bahwa masyarakat tidak ingin mengkonsumsi lebih banyak barang,” ujarnya dalam surat terbuka kepada pemerintah: Kenaikan tarif PPN menyesatkan. Dilihat detikcom, Minggu (22/12/2024).
Dalam suratnya juga, Nailul Hooda mengatakan, ada masyarakat yang ingin menikmati kopi sachet saja, harus meminjam uang ke warung tetangga.
“Saat ini, toko tetangga pun mungkin bingung untuk menolak tetapi tidak akan ada pembeli. Bagaimana mereka mendapat modal hari itu jika mereka merespons?” , tapi hampir setiap hari terjadi di toko-toko kecil di Indonesia,” ujarnya.
Kemudian, Nailul mengatakan, kelas menengah di Indonesia berada dalam situasi ketat karena uangnya lebih sedikit. Saat ini beban PPN akan meningkat dari 10% menjadi 11% dan pada tahun 2022 harga Pertalite akan naik sebesar 30%.
Ia menggambarkan perekonomian kelas menengah “lebih besar dari kuku”, di mana pendapatan masyarakat jauh lebih besar dibandingkan pendapatan mereka.
“UMK 2022 itu berapa? Cuma 1,09 persen. Bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhannya? Balik lagi ke awal yang saya bilang, utang,” tuturnya.
Selain itu, korban akibat pengangguran dan PHK sebanyak 64.751 orang yang terkena PHK per 18 November 2024. Jumlah ini meningkat 11,7% dibandingkan November 2023 dan kemungkinan akan terus meningkat.
Dia mengatakan penyebabnya adalah daya beli masyarakat yang menurun. Pada Mei hingga September 2024, Indonesia akan mengalami devaluasi atau serangkaian devaluasi.
Padahal menurutnya, apa yang terjadi saat ini mirip dengan permasalahan tahun 1997-1998. Ketika permintaan suatu barang turun, hal itu menyebabkan perubahan dalam produksi. Resesi memaksa perusahaan memberhentikan pekerjanya untuk meningkatkan produktivitas.
Ia juga tak lupa menyebutkan rencana pemerintah menaikkan PPN atas barang berharga menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Hal ini akan semakin memperburuk perekonomian Indonesia karena beban biaya tambahan yang harus dikeluarkan, kata Nailul. oleh orang-orang. (Kila/Kili)