Jakarta –

Rencana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen atas barang-barang mahal mulai awal tahun 2025 menuai banyak kritik dari para ekonom dan kelompok masyarakat sipil. Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda menilai kebijakan tersebut tidak hanya memberatkan masyarakat, namun juga berpotensi menimbulkan ketidaktaatan masyarakat.

Dia mengatakan ketidaktaatan masyarakat adalah mengabaikan tanggung jawab membayar pajak, seperti tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau tidak membayar pajak kendaraan.

Hal ini terjadi, kata Nailul Huda, karena pemerintah kurang jelas dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kebijakan tersebut.

Misalnya, dalam jumpa pers Senin (16/12), pemerintah menyebutkan tambahan PPN sebesar 12% hanya berlaku untuk barang mewah.

“Dia tampaknya adalah seorang pahlawan yang memiliki sejarah melawan rakyat kecil dan mengambil uang. Namun pada Sabtu, 21 Desember 2024, melalui keterangan resmi Dwi Astuti, Humas Dirjen Pajak, kata pemerintah. Semua barang yang dikenakan PPN akan mendapat biaya tambahan,” ujarnya dalam surat terbuka yang dikirimkannya kepada pemerintahan Prabowo Subianto seperti dilihat detikcom, Minggu (22/12/2024).

Kini menurut Nailul, ada berbagai jenis korupsi yang terjadi di kalangan pejabat pemerintah yang ditangkap lembaga antirasuah dalam beberapa hari terakhir. Kemudian mereka tidak lagi merasakan keinginannya. Pasalnya, terjadi protes terhadap PPN 12% yang dilakukan masyarakat.

“Tidak menghilangkan kemungkinan ketidaktaatan masyarakat melalui tidak melaporkan pajak, baik dalam Rencana Tahunan Pajak (SPT) atau bahkan tidak membayar pajak kendaraan. pejabat.

Oleh karena itu, ia meminta Presiden Prabowo Subianto berpihak pada masyarakat dengan membatalkan kenaikan PPN sebesar 12%.

Sebab, situasi perekonomian Indonesia saat ini sedang kurang baik. Hal ini dimulai dengan berkurangnya orang yang membeli, dan semakin banyak orang yang dipecat akhir-akhir ini.

“Tn. (Presiden Prabowo) lebih baik dari Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak, kami sangat meragukan sikap tidak mementingkan diri sendiri dan kewibawaan bapak sebagai Presiden, dimana Presiden ketika rakyat menangis, ketika rakyat menangis. keluhnya, ketika masyarakat sedang berjuang untuk mendapatkan kembali hak-haknya, “Masyarakat tidak boleh menilai bahwa kita perlu memilih,” ujarnya.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *