Jakarta –

Transportasi umum di Jakarta berkembang pesat dan bisa dikatakan terbaik di Indonesia. Tarif dan konektivitas yang relatif murah membuat perjalanan menjadi menyenangkan.

Sekitar delapan tahun lalu, saya terkesan dengan adanya commuter line, KRL, kereta listrik yang menghubungkan kawasan Tangerang hingga Jakarta. Ternyata negara ini memiliki angkutan umum yang teratur dan cukup tepat waktu, meski terkadang bisa disalahartikan dengan kepadatan penumpang di dalam kendaraan.

Saya bisa menebak waktu terbaik untuk meninggalkan rumah, tiba di stasiun KRL dan bertemu seseorang. Saya juga bisa mengetahui kereta mana yang harus saya naiki sehingga saya tidak sampai ke kantor lebih awal atau terlambat. Saya juga bisa memindai rute yang saya gunakan untuk mencapai tujuan hiking di akhir pekan.

Sejak itu, saya setia menggunakan KRL selama satu tahun terakhir. Sekarang lebih nyaman, stasiun KRL dihubungkan dengan jembatan, skywalk dan banyak cara untuk terhubung dengan TransJakarta, LRT atau MRT.

Saya mempunyai kebebasan untuk memilih moda transportasi umum pada saat “off-peak” atau jam sibuk. Namun padatnya penumpang pada jam-jam sibuk terkadang membuat Anda lelah. Setidaknya kemacetan akan cepat teratasi karena Transjakarta hanya bisa memberikan head start atau menunggu unit datang.

Berdasarkan laman resmi Transjakarta, rute Transjakarta saat ini memiliki panjang 251,2 kilometer dan memiliki 260 pemberhentian di Jakarta dan sekitarnya sepanjang 13 koridor. Selain jalur Transjakarta yang diperuntukkan bagi layanan BRT (busway), Transjakarta juga menggunakan jalur jalan normal.

Situs tersebut juga menyebutkan dibutuhkan waktu 25 menit pada jam sibuk dan 30 menit pada waktu normal melalui Transjakarta. Sedangkan kemajuan KRL 10-15 menit dengan selisih 5-120 menit tergantung lalu lintas dan jam operasional. Kemudian MRT Jakarta memakan waktu 5-10 menit dan LRT Jabodebek memakan waktu 10 menit.

Sebagai seorang anak dari luar negeri, pengalaman menggunakan transportasi umum mengajarkan saya banyak hal. Penumpang bersantai dengan bermain ponsel di KRL, ada yang mendengarkan musik atau menonton film.

Baik mereka maupun saya merasa aman di transportasi umum.

Pertanyaan tentang biaya juga membingungkan saya sejak lama. Saat saya mengetik KRL, saya kaget ternyata tarifnya hanya Rp 3000. apakah kamu serius Berapa biaya angkutan umum ke kampus saya, meskipun jaraknya tidak jauh? Saya naik kereta lebih dari setengah jam, hanya Rp 3000 dengan mobil AC? Ternyata lebih murah di Jakarta.

Begitu pula dengan menaiki TransJakarta. Saya dulu takut terjebak kemacetan, berputar-putar, dan melewati banyak halte bus dan transit. Oh, barang mahal ini mahal bagiku. Ternyata saldo kartu saya hanya berkurang Rp 3.500 saja. Serius ya?

Tidak hanya untuk pulang pergi kerja, perjalanan menuju destinasi wisata juga difasilitasi oleh KRL, Transjakarta, KRL dan MRT. Naik KRL dan Transjakarta saya berangkat ke Monas, Kota Tua, Ragunan, Pasar Senen, Ankol, Museum Nasional, Blok M.

Persoalan pembayaran ini semakin menyoroti interkoneksi atau integrasi angkutan umum di Jakarta. Ya, sejak diluncurkan pada tahun 2020, sistem integrasi JakLingko telah mencakup seluruh armada PT Transjakarta, MRT Jakarta, LRT Jakarta, KRL Commuter Line, dan MRT KAI Bandara Soekarno-Hatta. Termasuk juga layanan Mikrotrans yang menggunakan kendaraan angkutan umum berukuran kecil.

Kini, meski kurang dari sepuluh tahun saya bepergian, saya sudah mulai menggunakan dan mengingat rute-rute tertentu dari KRL, Transjakarta, dan MRT. Saya juga ingat, 80 persen tempat wisata di Jakarta dekat dengan transportasi umum lho. Alasan saya naik angkutan umum adalah selain murah, rute menuju destinasi wisata populer di Jakarta juga banyak.

Pekan lalu, saya melakukan wawancara singkat dengan Joko Setijowarno, akademisi Program Studi Teknik Sipil Unica Sojijapranata dan Wakil Presiden Bidang Pemberdayaan dan Pembangunan Daerah Perusahaan Transportasi Indonesia Pusat (MTI). Ia mengatakan transportasi umum di Jakarta sama seperti kota besar lainnya di dunia.

“Angkutan umum di Jakarta itu seperti di kota-kota besar dunia. Artinya mencakup 90% wilayah Jakarta. Coba kita keluar dari jalanan Jakarta, jarak kita hanya sekitar 500 meter. Pastinya naik angkutan umum Jakarta “Ideal sekali,” kata Jocko.

Saya juga setuju dalam semangat. Ya, saya juga merasa santai.

Lalu saya teringat momen saya menghabiskan satu hari di sekitar Kota Taipei bulan lalu. Ada waktu untuk naik bus dan MRT. Saat menaiki bus, saya berpikir, “Oh, ini seperti naik Transjakarta.”

Walaupun naik MRT, nggak ‘kaget’ karena sudah ada di Jakarta kan? Yang mengejutkan saya adalah banyak sekali jalur MRT di Taipei. Anda dapat menyelesaikan beberapa rute di satu stasiun. Berbeda dengan Jakarta yang hanya memiliki satu jalur.

Berbicara mengenai jalur wisata di Jakarta, memang asyik naik angkutan umum. Dengan tarif murah, Anda tidak perlu khawatir untuk berkeliling Jakarta. Sedangkan KRL tarifnya mulai Rp3.000, Transjakarta kemana saja hanya Rp3.500, JakLinko gratis naik, dan MRT mulai Rp3.000.

Destinasi mana saja di Jakarta yang tidak bisa dijangkau dengan transportasi umum? Lebak Bulus yang ramai karena Gokart Avenue juga bisa diakses dari MRT Lebak Bulus.

Monas, Museum Nasional, dan Perpustakaan Nasional dapat dicapai dari Halte Monas. Anda juga bisa mencapai Kota Tua dengan Transjakarta atau KRL. Mau ke Ragunan? Disini ada halte bus, ambil saja jalan menuju halte Ragunan.

Khususnya? Oh, Anda bisa mencapai Ancol dengan Transjakarta dan KRL. Blok M menjadi viral? Ada jalur Transjakarta dan MRT untuk menuju ke sana. Kalau soal tarif murah, Jakarta adalah pemenangnya.

Perkembangan transportasi umum nampaknya menjadi bagian dari impian Jakarta menjadi kota global. Dalam situs resmi Pemprov DKI, rencana pembangunan Jakarta sebagai kota global memiliki tiga aspek dasar, yakni livability yang mencakup perumahan dan kesehatan warga, kesesuaian lingkungan, fasilitas pengolahan limbah, sanitasi, dan air limbah. Dan yang ketiga adalah aksesibilitas, yang mencakup aspek angkutan umum dan pengembangan jaringan jalan.

Selain itu, ternyata dengan berkembangnya angkutan umum, usaha kecil dan menengah di sekitarnya juga semakin semarak.

Traveler pasti tahu kalau kawasan Blok M yang dulu disebut “hidup tanpa sadar, mati tanpa sadar”, kini menjadi destinasi favorit Jakarta di kalangan anak muda. Apapun makanannya pasti viral, ramai, pasti antri banyak!

Apakah karena kekuatan media sosial? Tentu saja! Namun kawasan Blok M ramai karena adanya angkutan umum.

Anda bisa mencapai kawasan ini dengan Transjakarta, MRT, dan KRL. Beragamnya pilihan dan murahnya biaya mendapatkannya membuat generasi muda Jabodetabek datang ke sini sepanjang hari.

Ini bukan satu-satunya klaim saya. Beberapa waktu lalu kita banyak menjumpai anak-anak muda Blok M yang kemana-mana menggunakan angkutan umum. Ia menikmati akses mudah ke Jakarta.

Kami berharap pada saat jam sibuk dan libur panjang, Transjakarta dan KRL bisa memperpanjang jadwalnya agar tulang rusuk tersebut tidak tersikut setiap harinya.

***

Penulis adalah seorang jurnalis Datikum. Tonton video “Diskusi Subsidi KRL Pakai NIK 2025, Tarif Tak Menguntungkan Lagi?” (sim/fem)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *