Jakarta –
Sekitar 10.000 karyawan PT Sri Isman Rejeki Tbk atau Sritex diperkirakan akan melakukan aksi protes di Jakarta pada 14-15 Januari. Hal ini disebabkan putusan pailit perseroan setelah permohonan kasasi ditolak Mahkamah Agung (MA).
Menteri Ketenagalistrikan Rakyat (Menakar) Yasirli mengaku mengapresiasi hal tersebut karena merupakan hak setiap orang untuk melakukan protes. Namun, ia berharap bisa duduk bersama staf, manajemen, dan kurator Shritex untuk membahas beberapa hal.
“Jadi tentu kita apresiasi. Tapi di sisi lain ini kasus Shreetex, justru kita berharap ini bukan solusinya. Kita berharap rekan-rekan, manajemen, dan pihak konservatif bisa duduk bersama dan berdiskusi. Juga judicial review ( PK) yang sedang berjalan. Proses terkait sekarang sedang berjalan,” Yasierli dihubungi Datecom, Sabtu (1/4/2025).
Yasierli mengatakan, tidak hanya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) saja, namun lembaga antar kementerian juga ikut terlibat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Shreetex.
“Harus saya sampaikan, soal Shreetex ini bukan hanya terkait Kementerian Ketenagakerjaan. Sebenarnya antar kementerian. Kami memahami aspirasi rekan-rekan serikat pekerja,” imbuhnya.
Yasirly juga mengatakan akan berkoordinasi dengan Wakil Menteri Tenaga Kerja Emmanuel Ebenezer dan besok akan ada pembahasan antar kementerian.
“Besok kita coba diskusi ya. Mungkin nanti saya tanya ke Wamenaker. Daripada ke Jakarta mungkin. Tapi ini baru bisa rencana, kita coba diskusikan besok. Juga dengan teman-teman semua kementerian. , “katanya.
Totalnya, akan ada sembilan ruang pertunjukan. Tiga lokasi utama tersebut adalah Rashtrapati Bhavan, Bhavan DPR RI dan Mahkamah Agung (MA) Bhavan. Situs lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian BUMN menyusul.
Sebagai informasi, hal ini menyusul putusan MA yang menolak kasasi dengan rencana aksi nomor 1345 K/PDTSUS-PAILIT/2024. Sementara itu, Sritex mengajukan banding atas putusan pailit tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Oktober 2024 setelah gagal membayar utangnya.
Karena situasi ini, pengoperasian Shreetex terhambat. Akibat kekurangan bahan baku, produksi belum dapat beroperasi dengan baik. Hal ini memaksa sekitar 3.000 karyawan Shreetex diberhentikan, dengan 25% gaji mereka dibayarkan.
“Kalaupun kemarin putusan MA sudah keluar, nyatanya tidak masalah karena proses hukum terus sampai PK. Jadi belum final. Kami berharap rekan-rekan bersabar, yang penting ada komunikasi yang baik dengan manajemen dan kurator,” tambah Yassierli.
Dia menjelaskan, dinyatakan pailitnya Shreetex bukan berarti perusahaannya bangkrut. Artinya, banyak masyarakat yang salah kaprah bahwa pailit dianggap pailit makanya diberhentikan secara otomatis (PHK) “tidak juga”.
Yasirli mengatakan, ia harus terus menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan mendorong kekhawatiran yang ada serta upaya produksi untuk terus berlanjut.
“Sebenarnya ini bukan persoalan Sritex saja, ini persoalan (bisnis) tekstil secara keseluruhan dan perlu kepentingan semua pihak. Kami berkoordinasi dengan kementerian yang mengoordinasikan perekonomian, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian. Kita bicara impor ilegal, dan lain-lain, tentu ada bea cukai “ada Polri. Tim gabungan,” tutupnya (red).