Jakarta –

Penerapan kenaikan PPN menjadi 12% terus menuai pro dan kontra dari banyak kalangan. Komisi Penghapusan Bahan Bakar Minyak Bertimbal (KPBB) menyarankan pemerintah menerapkan pajak karbon pada kendaraan dibandingkan menaikkan PPN.

Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin mengatakan, pajak karbon kendaraan bermotor bisa menjadi pilihan terbaik sebagai sumber pendapatan baru pemerintah. Menurut dia, potensi penerimaan pemerintah dari cukai ini bisa mencapai Rp 92 triliun setiap tahunnya. Lebih tinggi dari kenaikan PPN menjadi 12%.

“Sebenarnya pemerintah mempunyai peluang untuk menghasilkan pendapatan sekitar Rp 92 triliun dari cukai karbon kendaraan bermotor, itu angka yang sangat besar. Coba bandingkan, kalau kita mengandalkan kenaikan PPN 1% minimal 25 triliun rupiah,” jelas Ahmad dalam paparannya di kantor KPBB, Senin.

Merujuk pemaparan Ahmad, standar karbon tahun 2020 untuk kendaraan roda dua idealnya mengeluarkan emisi karbon sebesar 85,43 gram per kilometer. Sedangkan kendaraan ringan (light-duty vehicle/LDVs) atau kendaraan multiguna (MVP) mengeluarkan emisi karbon sebesar 132,89 gram per kilometer dan kendaraan berat (HDV) sebesar 1.552 gram per kilometer.

“Jadi seiring berjalannya waktu kita akan memiliki teknologi kendaraan yang semakin ketat karbon. Ini usulan yang sudah kami ajukan, meski sampai saat ini belum diterima pemerintah karena alasan yang tidak jelas,” jelasnya.

Dengan standar karbon tersebut, Ahmad menilai idealnya pemerintah bisa menerapkan kebijakan fiskal terhadap karbon yang dihasilkan kendaraan bermotor. Artinya, kendaraan yang menghasilkan emisi karbon di atas standar tersebut akan dikenakan cukai saat dibeli. Ahmad memperkirakan besaran cukai sebesar Rp 2.240.000 per gram CO2 per kilometer.

“Ada pajak dan diskon. Pajak merupakan pajak tambahan yang harus dipungut atas barang-barang yang akan dipergunakan, dibeli atau dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan kredit pajak merupakan semacam insentif yang diberikan kepada masyarakat jika masyarakat memenuhi persyaratan tertentu dalam mengonsumsi barang tertentu. Persyaratan yang kami gunakan adalah standar karbon, jelasnya.

Ia merangkum, pajak dikenakan kepada masyarakat yang membeli kendaraan bermotor yang mengeluarkan emisi karbon lebih banyak dari standarnya. Semakin tinggi emisi karbon, semakin tinggi pula tarif cukainya. Di sisi lain, potongan pajak merupakan insentif atau pengurangan harga beli yang diberikan kepada masyarakat yang membeli kendaraan dengan emisi karbon di bawah standar.

Ahmad memperkirakan rata-rata konsumsi karbon kendaraan MVP di Tanah Air sekitar 200 gram per kilometer, sehingga kelebihan karbonnya sekitar 82 gram per kilometer. Dengan demikian, kisaran cukai yang harus dibayar sekitar Rp 183 juta. Namun, Ahmad belum mempertimbangkan dampak industri yang terkait dengan proposal ini.

“Sehingga angka tersebut akan meningkatkan harga jual kendaraan. Dengan demikian, kendaraan dengan emisi tinggi akan lebih mahal. Di sisi lain, kendaraan rendah karbon, mis. kendaraan listrik (EV), rata-rata emisinya hanya pada kisaran 50-60″ gram per kilometer. Jadi ada selisih sekitar 58 gram emisi karbon di bawah standar dikalikan Rp 2.240.000, sehingga angka tersebut akan menurunkan harga jual. kendaraan listrik,” jelas Ahmad.

Soal pendapatan pemerintah, Ahmad mengatakan penjualan kendaraan roda empat di dalam negeri sekitar satu juta unit, sedangkan sepeda motor sekitar 6,2 juta unit per tahun. Dari jumlah tersebut, Ahmad memperkirakan potensi pendapatan pemerintah dari cukai karbon berkisar Rp92 triliun.

“Apalagi hasil penghematan bahan bakar nasional (BBM) juga sangat efektif. Misalnya jika kebijakan tersebut diterapkan pada tahun 2030 maka emisi karbon akan berkurang sebesar 59%, jauh lebih besar dari kontribusi target nasional (NDC), janji kita kepada PBB untuk mengatasi perubahan iklim hanya 41%,” imbuhnya. .

Lebih lanjut Ahmad menjelaskan, jika pajak karbon ini diterapkan, maka pada tahun 2030 negara bisa menghemat 59 juta kiloliter bahan bakar dan 56 juta kiloliter solar. Artinya, menurut Ahmad, pemerintah bisa mengurangi beban pasokan bahan bakar.

“Jumlah tersebut setara dengan nilai rupiah Rp 677 triliun, angka yang sangat besar tentunya. Jadi, tidak hanya dalam rangka penurunan emisi karbon dioksida, tapi sekaligus menciptakan peluang pendapatan baru bagi pemerintah serta mengurangi beban pemerintah untuk menjamin pasokan bahan bakar,” tegasnya.

Saksikan juga video “MKGR Sebut Prabowo Tak Tinggal Diam Jika PPN 12% Persulit Masyarakat”:

(fdl/fdl)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *