Depok –

Mustahil melihat Depok tanpa potret Menteri Belanda Cornelis Chastain. Efeknya bersifat permanen.

Chastelein adalah perwira senior Perusahaan Dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie, atau VOC. Namun, sikap Chastain berbeda. Berbeda dengan VOC, kaum pribumi diperlakukan dengan buruh dan kedaulatan yang buta.

Dia selalu orang benar. Chastain adalah teman dekat Johannes Kamphuis, Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Beliau menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda sejak 11 Januari 1684 hingga 24 September 1691.

“Kamphuis dan Chastain memiliki visi dan misi yang sama dalam melayani masyarakat saat itu. Jadi, di bawah Kampuchea, VOC tidak memperluas wilayahnya, berperang, atau menggunakan kerja paksa “sebagai monopoli”. – ujar Boi Loen, koordinator kantor sejarah Cornelius Chaplain Foundation (YLCC) dalam wawancara dengan detikTravel beberapa waktu lalu.

Menurut Bala, Kamphuis dan Chastain tidak menganggap komunitas India kecil. Proyek dalam hidupnya inilah yang melahirkan kota Depok masa kini. Setidaknya untuk saat ini, warisannya tetap hidup.

Di bawah kepemimpinannya muncullah kelompok bernama Kaoem Holland Depok.

Boy mengatakan, sebelum muncul kata Belanda Depok, Kamphuis dan Chastlein bersatu untuk mempertahankan ideologi politik yang kuat yang disebut politik, politik kesetaraan.

“Mereka menindas pribumi saat itu dengan menerapkan kebijakan ekonomi bernama program moral yang artinya pribumi seperti Belanda saat itu,” kata Boy.

Setelah Kamphuis berhenti menjadi gubernur jenderal, Willem van Outhoorn mengambil alih jabatan presiden. Memang benar, Van Outhoorn, yang memerintah Hindia Belanda pada tahun 1691-1704, mempunyai pandangan berbeda mengenai kamp tersebut.

Van Outhoorn adalah VOC sejati. Ia melihat bahwa penduduk asli tidak setara. Ia juga menggunakan konsep ekonomi yang disebut pemasaran, yang berarti memaksimalkan keuntungan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Pergantian kepemimpinan yang menerapkan sistem berbeda dari Camphuis yang sudah diterapkan, membuat Chastelline kecewa. Ia pun memutuskan keluar dari VOC namun tetap di Indonesia.

Ia membeli sebidang tanah di Depok. Chastlein membeli tanah itu dari orang Hindia Timur Belanda, Lucas van der Meijer.

Awal mula Belanda adalah Depok

Untuk mengabdi pada tanah yang tak ada habisnya ini, menteri mencari pembantu untuk mengelola tanah tersebut. Menurut Boyle, Chastain menjual sekitar 150 budak di Boyle.

Saat itu ada dua kota budak di pulau itu, Bali dan Makassar.

“Ya, dia menjual 150 budak ini secara mencicil dari tahun 1693 hingga 1697,” kata bocah itu.

Chastelein bukan sekadar orang sembarangan yang menduduki jabatan tinggi di VOC. Ia adalah seorang saudagar kaya raya dan memiliki banyak tanah di kawasan Batavia.

Boy juga mencatat bahwa Chastelein beralih ke pembangunan pertanian setelah keluar dari VOC. Ia membeli tanah di Kecamatan Gambir, Batavia pada tahun 1693, Seringseng pada tahun 1695, Mapang pada tahun 1696, dan Depok pada tahun 1696.

Untuk menggarap lahan seluas 1.224 hektar di Depok, Pendeta membeli 150 budak asal Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa, dan India. Ketika dia meninggal pada tanggal 28 Juni 1714, dia meninggalkan surat wasiat.

“Pertama dia mengirimkan 150 budak ke perkebunannya di Batavia,” kata pemuda tampan itu saat itu. Setelah itu, dia dibawa ke Depok.”

Untuk menampung para budak, sekitar 21 rumah dibangun dari lumpur, kayu, dan bambu. Chastain kemudian memerintahkan seluruh pelayannya untuk menanami tanah tersebut.

Jadi, Chastlein punya yang sekarang disebut Sinere di Depok, Mampang (Depok), dan Pesangrahan. Ketiga tempat itu berdekatan, berdekatan. Jadi, dia rujuk dan menyebut tempat-tempat itu tiga adalah Depok.

Ya, para pelayan itu kemudian dibebaskan oleh Pendeta. Pendeta meninggal pada tanggal 28 Juni 1714. Setelah kematiannya, dalam wasiatnya tanggal 13 Maret 1714, ia dinyatakan meninggal.

Dia memberikan para budaknya 12 marga yang berbeda, yaitu 12 marga yang tinggal di kawasan lama Depok saat ini. Ke-12 keluarga tersebut adalah Bacchus, Isaac, Jonathan, Jacob, Joseph, Loen, Laurence, Leander, Tolense, Foidera, Samuel dan Zadok.

Penerus keluarga ini dikenal dengan nama Depok Belanda. Mereka tinggal di dekat Stasiun Depok Lama, kini di Kelurahan Depok, Kecamatan Pankoranmas, Kota Depok, Jawa Barat.

Masih terdapat beberapa tempat peninggalan zaman Belanda seperti bangunan dengan gaya arsitektur tradisional, Jembatan Lentera di Jalan Tole Iskandar, dan Cornelis Chastlein Memorial di Jalan Pemuda Depok. Berikutnya Gereja GPIB Immanuel, Gedung Yayasan Cornelius Chaplain (YLCC), kediaman Presiden Depok, dan tiang telepon pertama yang dibangun Belanda pada tahun 1900. Tiang ini terletak di telepon Jalan Kartini Depok.

Jembatan Lentera di atas Sungai Siliwong yang menghubungkan Bogor, Depok hingga Jakarta, dibangun pada tahun 1917 oleh insinyur Belanda Andre Laurens. Nama Panus sendiri berasal dari Stephanus Leander yang tinggal di dekat jembatan tersebut.

Nama “Depok” merupakan singkatan dari De Eerse Protestantse Organisatie van Kristenen, yang kurang lebih merujuk pada organisasi Kristen Protestan yang pertama. Didirikan oleh Cornelius Chaplain yang beragama Kristen, dan bertujuan untuk mengajarkan agama Kristen Protestan selain bertani di daerah bernama Depok. ” Tersenyum: Takut!

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *