Jakarta –
Tanggul laut sepanjang 30,16 km di sepanjang tanggul Kabupaten Tangerang diyakini menjadi pembatas bagi nelayan. Pagarnya terbuat dari bambu setinggi 6 meter atau berpalang.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan nelayan khawatir dengan upaya blokade laut. Sebab, sesuai hak nelayan, nelayan tidak boleh masuk ke perairan pantai.
Jadi benar juga nelayan berhak mengakses perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian nelayan berhak menawarkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional. Ini dampak dari pelanggaran hak nelayan dengan adanya pagar laut, kata Eli Mina. Bahari IV, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/1/2024) pada acara diskusi publik bertajuk “Masalah Penutupan Laut Banten Tangerang”.
Eli dual menjelaskan, hal itu masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 (Tirai) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043. Banten merupakan salah satu provinsi yang berhasil mengintegrasikan penataan ruang (RTRW) darat dan laut.
Jika dilihat dari peraturan zonasinya, kawasan ini mencakup beberapa zona zonasi, mulai dari zona pelabuhan, zona perikanan, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona budidaya perikanan, dan juga bersinggungan dengan rencana waduk laut. dimulai oleh Bappenas. .
Maksudnya apa? Dengan Peraturan Zonasi ini, wilayah perairan Provinsi Banten sudah kita kuasai. Pertanyaannya apakah laut itu nantinya bisa dimanfaatkan? Tentu bisa, bukan berarti setelah zona itu ditetapkan, apa gunanya? Maksudnya? kegiatan di sana tidak boleh dilakukan, tapi dilakukan melalui mekanisme sesuai ketentuan hukum,” tambah Eli.
Selain itu, Ketua Ikatan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafi mengapresiasi adanya keluhan masyarakat setempat terkait permasalahan tersebut, mulai dari aspek lingkungan hingga akses bagi nelayan. Ia juga mengatakan, pemasangan pagar dapat merugikan nelayan.
“Saya kira banyak keluhan dari masyarakat. Kita lihat dari lingkungan, akses masyarakat, keselamatan dan keamanan, karena tidak ada saluran khusus. Nelayan bisa pergi jauh. Saya juga dengar sekarang. Menurut diskusi pertama, sudah tercapai 33 kilometer,” kata Rusman. .
Perwira tersebut juga menyarankan agar setidaknya ada upaya yang dilakukan untuk mencegah konflik pengepungan laut berlarut-larut. Menurut dia, seharusnya semua pihak sepakat bahwa tindakan tersebut melanggar hukum dan ada kesalahan dalam pengurusan izin.
Jika semua pihak sepakat bahwa ada pelanggaran, maka audit dan pengawasan maritim harus dilakukan.
“Harus ada tim yang turun. Menurut kami, tidak bisa lagi sektoral, harus lintas sektor. Lagi pula, kawan-kawan ATR yang dikoordinir Pak Menko itu berbeda dengan kawan-kawan PKC,” imbuhnya.
Saksikan juga video “Misi mengembalikan kejayaan perikanan Indonesia”:
(ACD/ACD)