Jakarta –

Seorang barista tuna rungu dan tuna rungu berusia 25 tahun, Alf Rizki Ramadan telah menjadi inspirasi banyak orang dengan kiprahnya di dunia kopi. Ia membuktikan bahwa disabilitas bukanlah penghalang untuk sukses.

Dia mulai belajar cara membuat kopi pada usia 19 tahun. Kini, ia memiliki pengalaman hampir tujuh tahun dalam profesi tersebut.

Di awal karirnya, ia memiliki motivasi yang sederhana namun bermakna. Alf bertekad membuktikan bahwa penyandang disabilitas bisa menjadi barista terampil.

Setelah itu, Alf memulainya dengan mengikuti pelatihan singkat selama satu minggu yang diselenggarakan oleh dinas sosial. Pertama, ia mengikuti pelatihan yang diberikan oleh temannya Rama, seorang tunarungu yang ahli dalam membuat kopi.

Selama seminggu Alf mempelajari dasar-dasar membuat kopi dengan menggunakan bahasa isyarat.

“Belajar membuat kopi sambil tanda tangan itu seru banget. Asyik, seru, dan asyik!” Alif berbicara kepada detikTravel, Sabtu (14/12/2024).

Saat ini Alif bekerja di Defabis Coffee & Tea, kafe pemberdayaan penyandang disabilitas, di Dukuh Atas, Menteng, Jakarta Pusat.

Menurut Jehan, PIC (Managing Person) Defabis Coffee & TK, seluruh barista di sana telah memiliki sertifikat barista dari PPKD (Pusat Pelatihan Tenaga Kerja Daerah).

“Mereka ahli dalam membuat kopi dan sangat paham alat-alatnya,” kata Jehan.

Meski memiliki keterbatasan, Alf menghadapi tantangan pekerjaannya dengan penuh semangat. Masalah utama adalah membuat kopi.

“Banyak yang suka seni kopi, dan awalnya saya kesulitan. Tapi karena banyak yang suka, saya senang melakukannya,” kata Alf.

Selain bekerja sebagai barista, Alf juga mempelajari sistem informatika di universitas swasta. Ia membagi waktunya antara belajar dan bekerja, membuktikan bahwa disabilitas bukanlah hambatan untuk terus berkembang.

Café Difabis memiliki misi inklusif yang kuat. Tak hanya memberdayakan penyandang disabilitas seperti Alif, kafe ini juga dirancang ramah terhadap penumpang dengan berbagai kebutuhan khusus.

“Kami memiliki perlengkapan bagi penyandang tunarungu, tunanetra, dan pengguna kursi roda, spidol khusus, dan halaman bagi tamu yang tidak menguasai bahasa isyarat,” kata Jahan.

Selain menyajikan kopi, Difabis Coffee & Tea mengajak pengunjung untuk belajar bahasa isyarat. Para tamu diajak berinteraksi dengan barista melalui gerakan sederhana, menciptakan pengalaman unik dan mendidik.

“Kami ingin pengunjung merasa nyaman dan lebih memahami penyandang disabilitas,” kata Jehan.

Bagi komunitas difabel, difabis kopi dan teh berhasil menemukan talenta seperti Alf. Keterlibatan masyarakat ini tidak hanya memberikan kesempatan kerja namun juga membangun harga diri bagi mereka yang terlibat.

Kedepannya, Alif berharap penjualan Difabis Coffee & Tea akan terus meningkat. Baginya, menjadi barista bukan sekadar pekerjaan, tapi juga cara menginspirasi dan menyampaikan pesan bahwa setiap orang, apapun latar belakang atau keterbatasannya, punya potensi untuk sukses.

Saksikan video “Menikmati Indahnya Alam dari Puncak Bukit Tatiana Manado” (fem/fem)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *