Jakarta –

Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2024. pada tanggal 31 Juli 2024 Peraturan tersebut memperkuat pengelolaan pelayanan dan pengawasan transit barang di kawasan pabean untuk mencegah penyelundupan, kebocoran pendapatan negara. dan dukungan hilir sumber daya alam (natural resources).

Budi Prasetio, Kepala Deputi Direktorat Humas dan Penyuluhan Kepabeanan, mengatakan PMK merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pengawasan barang tertentu yang melibatkan angkutan antar pulau.

Peraturan ini menutup kesenjangan kebocoran penerimaan negara sekaligus mendorong perdagangan yang sah, yang pada akhirnya menopang neraca perdagangan bangsa, kata Budi dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

Apabila dalam pengawasan terdapat ketidakpatuhan terhadap aturan, misalnya sarana angkutan yang tidak sesuai dengan proses yang diatur, dikenakan sanksi administratif hingga sanksi pidana.

“Operator yang tidak mematuhi peraturan bisa diblokir. Bahkan, bagi pengangkut yang mengalihkan pengangkutnya ke luar kawasan pabean, bisa dikenakan sanksi pidana,” tambah Sispirian.

Beberapa barang yang dimaksud termasuk barang strategis yang dikenakan bea keluar, mendapat subsidi pemerintah, atau termasuk dalam kategori Larangan dan Pembatasan Ekspor (LARDAS). Penentuan kategori barang akan diserahkan kepada Bea dan Cukai untuk dilakukan pengawasan melalui koordinasi antarlembaga, termasuk Kementerian Perdagangan.

Dalam pelaksanaannya, pengawasan yang dilakukan oleh Departemen Bea dan Cukai pada umumnya bersifat selektif. Kantor pabean pemuatan mengontrol pemberitahuan bongkar muat, sedangkan kantor pabean bongkar mengontrol pemberitahuan kedatangan dan pembongkaran.

Apabila ada alat angkut yang tidak sampai di pelabuhan tujuan, maka kantor pabean pengeluaran akan memeriksa ketersediaan dan kondisi alat angkut tersebut.

Sesuai PMK Nomor 50 Tahun 2024 pengangkutan berarti perahu dalam bentuk apa pun, baik yang digerakkan secara mekanis, bertenaga angin, atau digantung, dengan daya angkut yang bervariasi, serta peralatan terapung dan bangunan terapung. Jangan bergerak.

Nantinya, dalam PMK ini, seluruh penyampaian Pemberitahuan Pabean (PPBT) suatu barang tertentu akan dilakukan secara elektronik oleh pengangkut. Namun jika tidak memungkinkan, Anda dapat mengirimkan dokumen secara manual. Kantor pabean pemuatan dan kantor pembongkaran bersama-sama mengendalikan pergerakan barang-barang tersebut.

“Pemeriksaan fisik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu, misalnya ada laporan intelijen, ada dugaan pelanggaran, tapi tidak ada pemberitahuan terkait,” tegas Budi.

Potensi kendala masih muncul dalam pelaksanaan PMK ini, seperti kesadaran akan pemenuhan kewajiban penyerahan PPBT oleh pengangkut serta sarana dan prasarana penyerahan PPBT. Apalagi mengingat kondisi geografis Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, untuk sarana transportasi dari/ke pelabuhan umum.

Untuk itu, implementasi PMK ini dengan baik memerlukan dukungan semua pihak baik bea dan cukai dalam negeri, kementerian/lembaga lain, dan pemangku kepentingan.

“Pelayanan dan pemantauan PPBT akan dioptimalkan dan tepat sasaran sehingga mencegah kebocoran penerimaan negara, memperbaiki neraca perdagangan, melindungi sumber daya alam lokal, memberikan bimbingan dan petunjuk praktis, serta memfasilitasi pemberian pelayanan dan pelayanan pelanggan,” tutup Budi.

TONTON VIDEO: Penerimaan pajak di RI tembus Rp 1.000, berikut detailnya…

(ada/rd)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *