Jakarta –
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen memenuhi kebutuhan produksi protein melalui produk perikanan. Hal ini merupakan salah satu tujuan tercapainya kebugaran diri dalam makanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, protein dari produk ikan lebih mudah didapat dibandingkan dari daging sapi. Pasalnya, jelasnya, produksi ikan Indonesia rata-rata 13 juta ton per tahun.
“Dari sisi perikanan, alhamdulillah produksi kita bagus. Perkiraan kita rata-rata setiap tahunnya 13 juta ton. Ada 13 juta ton, tapi konsumsi dalam negeri kita juga 11 sampai 12 juta ton. Ton,” kata Terengguno saat ditemui dialog dengan pengusaha di kantor PT Tilapia Nusantara, Jaya, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (28/12/2024).
Namun, menurut dia, banyak pelaku industri yang tidak mendapatkan bahan baku untuk mengolah produk ikan. Hal ini terjadi karena situasi di sektor hulu belum cukup kuat untuk memuaskan sektor hilir.
“Jadi kalau kita bicara hilir, ya hilir. Kalau kita bicara hilir, memang harus dilakukan di hulu,” ujarnya.
Berdasarkan data FAO, kata Terangguno, kebutuhan protein global meningkat hingga 70%. Demikian pula, sektor perikanan memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan protein.
“Nah, produksi kita 13 juta ton. Tujuh juta ton berasal dari perikanan tangkap. Kurang lebih enam juta ton dari pertanian. Berbagai jenis pertanian didominasi oleh ikan daerah. Ikan seperti gormi, lele, dan lain-lain,” ujarnya. .
Di sisi lain, produk ikan dapat dikaitkan dengan program makan gratis (MBG) yang diketahui membutuhkan protein dalam porsi tinggi. Menurutnya, ikan utuh tidak boleh disajikan, melainkan diolah dengan cara berbeda.
Serahkan pada industri lain. Bakso ikan dibuat dari situ, dibuat apa saja, mudah dimakan, tidak perlu menyia-nyiakan durinya. Pasti bisa. Kalau sudah jadi, 4 juta (ton produksi ikan nila) tidak ada apa-apanya.” ucapnya.
Lebih lanjut, Terengganu meminta industri pengolahan ikan mendorong hilirisasi pengolahan produk ikan. Berkat MBG, ia memperkirakan produksi ikan tidak akan kekurangan pasar karena kebutuhan protein global meningkat hingga 70%, menurut data FAO.
“Karena menurut saya hanya ini yang meningkatkan protein, ketersediaan protein, dan konsumsi protein masyarakat. Kebutuhan dunia terus meningkat dan perkiraan memperkirakan akan mencapai 70% protein,” tutupnya.
Selain mendorong kebutuhan protein dalam rangka percepatan pencapaian swasembada pangan, nilai pasar sektor perikanan dan kelautan juga dinilai prospektif. Pada kesempatan sebelumnya, Terengganu mengungkapkan ada lima produk perikanan yang mampu memaksimalkan potensi pasar seafood global yang diperkirakan mencapai $419,09 miliar pada tahun 2030.
Sedangkan pada tahun 2023, nilai pasar seafood global diketahui sebesar Rp 269,30 miliar dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) tumbuh sebesar 6,52% selama tahun 2023-2030. Kelima produk tersebut adalah:
1. Udang yang nilai pasar globalnya dapat mencapai $60,4 miliar pada tahun 2023, dengan pangsa pasar 6,1% dari pasar global.
2. Alga dengan nilai pasar global sebesar 7,8 miliar dolar pada tahun 2023 dengan pangsa pasar 13,8% dunia.
3. Ikan nila asin atau nila dengan nilai pasar global sebesar 13,9 miliar dolar pada tahun 2023 dengan pangsa pasar 10,9% pasar global.
4. Kepiting dengan nilai pasar global sebesar $879 juta pada tahun 2023 dengan pangsa pasar 7,3% pasar global.
5. Lobster dengan nilai pasar global sebesar $7,2 miliar pada tahun 2023 dan pangsa pasar 0,5%. (fdl/fdl)