Semarang –

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggalakkan budidaya ikan nila air asin atau nila dengan merehabilitasi kolam-kolam terbengkalai di Pantura. Diketahui total luas tambak di Pantura mencapai 78.550 hektare (hektar) dan akan direstorasi secara bertahap pada tahun 2025 hingga 2028.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan rehabilitasi kolam tahap pertama di Pantura akan diprioritaskan untuk budidaya ikan nila air asin. Dari seluruh tambak yang ada di Pantura, seluas 20.000 hektare berada dalam pengawasan Departemen Kehutanan.

Ia mengatakan, lahan seluas 20.000 hektare menjadi fokus utama rehabilitasi sumur-sumur terbengkalai di Pantura. Salah satunya untuk produk ikan nila air asin. Diketahui sebelumnya, KKP juga berencana merestorasi tambak garam di lahan seluas 3.000 hektare di Pantura pada tahun depan dengan anggaran Rp 500 miliar.

“Jadi saya lapor ke Presiden (Prabowo Subianto) sebagai bagian dari ketahanan pangan. Sebanyak 78.000 (hektar) lahan akan kami konversi menjadi kolam ikan nila air asin,” kata Trenggono saat berbincang dengan operator di kantor PT Tilapia Nusantara Jaya, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (28 Desember 2024).

Trenggono mengatakan nilai pasar ikan nila mencapai $23 miliar per tahun. Namun, menurutnya tidak banyak industri yang menyadari potensi pasar komoditas ini.

Trenggono menargetkan produksi ikan nila sebanyak 4 juta ton melalui rehabilitasi kolam di Pantura. Ia yakin ikan nila memiliki nilai pasar yang tinggi. Oleh karena itu, merupakan produk yang dapat menggairahkan pasar produk makanan laut global.

“Kalau kita jadikan industri yang kuat dan bagus Jika demikian Kurang lebih kita bisa memproduksi ikan nila sebanyak 4 juta ton,” ujarnya.

Sedangkan produksi ikan nila dapat digolongkan dalam Skema Gizi Bebas Gizi (MBG) yang diketahui memiliki kandungan protein tinggi. menurut pendapatnya Tidak perlu menyajikan ikan utuh. Namun harus diolah menjadi berbagai bentuk.

“Biarkan saja ke industri lain. Buat bakso ikan Bikinnya bermacam-macam, mudah dimakan, tidak perlu buang tulang. Itu pasti bisa dilakukan. Kalau ini dilakukan, 4 juta (ton produksi ikan nila) tidak ada gunanya,” ujarnya.

Trenggono juga meminta industri pengolahan ikan mendorong hilirisasi pengolahan produk ikan. Ia yakin produksi ikan MBG tidak akan menguras pasar. Hal ini karena permintaan protein global meningkat hingga 70%, menurut FAO.

“Karena menurutku Itulah satu-satunya hal yang menambahkan protein. ketersediaan protein dan asupan protein bagi masyarakat Permintaan global terus meningkat. dan diharapkan proteinnya meningkat hingga 70%,” tutupnya.

Sekadar informasi: Berdasarkan data ITC Trademap, nilai nila di pasar global akan mencapai $1,34 miliar pada tahun 2023, dengan pasar utama adalah Amerika Serikat (AS) (pangsa pasar 51,1%), Meksiko (11,3%) dan Gading. Pesisir (5,3%) Israel (4,6%) dan Kanada (3,6%)

Pada tahun 2024, produksi perikanan di Jawa Tengah mencapai 912,88 ribu ton, dimana 358,07 ribu ton merupakan hasil tangkapan sampingan dan 554,81 ribu ton hasil budidaya. Konsumsi ikan rumah tangga di Jawa Tengah diperkirakan sebesar 556,86 ribu ton pada tahun 2024.

Ekspor produk perikanan Jawa Tengah senilai $326,78 juta atau 4,89 triliun rupiah pada periode Januari-November 2024, naik 26,6% year-on-year. Nilai ekspor produk perikanan negara ini akan mencapai $5,4 miliar pada November 2024.

Sedangkan volume ekspor produk perikanan Januari-November 2024 sebesar 83,11 ribu ton, meningkat 34,2% dibandingkan tahun 2023. Produk ekspor utama antara lain kepiting, cumi-cumi, cumi-cumi, udang, bulu babi, dan tuna utama pasar ekspor produk perikanan. Dari Jawa Tengah: China, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Vietnam (gambar/gambar)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *