Jakarta –

Demensia seringkali ditandai dengan menurunnya daya ingat dan pola berpikir seseorang. Orang awam menyebut kondisi ini sebagai penyakit Alzheimer. Selain kehilangan ingatan, peneliti baru-baru ini menemukan bahwa tanda-tanda demensia lainnya juga bisa terlihat pada gangguan tidur seseorang.

Para peneliti telah menemukan bahwa orang yang mengalami “gerakan abnormal” saat tidur (seperti berbicara, berteriak, tertawa, mengumpat, bergerak, dan memutar) mungkin menderita gangguan perilaku tidur gerakan mata cepat, atau RBD.

Tanda paling jelas dari RBD adalah “memerankan” mimpi, yang melibatkan gerakan fisik atau berbicara saat tidur. Dalam beberapa kasus, gerakan memutar saat tidur bisa sangat parah sehingga penderita RBD dapat melukai dirinya sendiri atau pasangannya.

Mereka mungkin juga merasa pusing ketika bangun keesokan paginya dan lebih mudah tidur sepanjang hari. Kondisi ini mempengaruhi lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat dan sekitar 80 juta orang di seluruh dunia. Hubungan antara RBD dan demensia

Para peneliti menemukan bahwa orang dengan gangguan REM yang mengalami apa yang disebut mimpi “bertindak” “di hampir semua kasus” menderita demensia dini atau penyakit Parkinson. Bertindak dalam mimpi dapat meningkatkan peradangan di bagian otak tertentu yang memproduksi dopamin.

Secara historis, penderita demensia dan penyakit Parkinson mengalami penurunan pasokan dopamin karena kematian neuron yang memproduksi dopamin.

RBD terjadi pada sekitar lima persen manusia. Gejalanya meliputi berbicara saat tidur, gemetar hebat, dan rasa lelah keesokan harinya. Diagnosis sulit dilakukan karena gejalanya sering diabaikan. Sebagai alat deteksi dini, para peneliti merancang algoritma kecerdasan buatan yang canggih untuk menganalisis catatan tes tidur pasien.

“Pendekatan otomatis ini dapat diintegrasikan ke dalam klinik selama interpretasi tes tidur untuk meningkatkan dan memfasilitasi diagnosis serta menghindari kesalahan diagnosis,” kata Iman, penulis utama studi yang diterbitkan dalam Annals of Neurology dan profesor ilmu saraf di universitas tersebut. kata Newell Dwyer. Fakultas Kedokteran Mount Sinai, Kota New York, dikutip di Mount Sinai.

Dari 170 pasien yang diteliti, 80 diantaranya mengalami RBD. Sedangkan 90 orang sisanya merupakan campuran orang dengan dan tanpa gangguan tidur lainnya. Dalam hasil penelitiannya, Dring dan timnya melaporkan bahwa teknik tersebut mencapai tingkat keberhasilan sebesar 92 persen, level tertinggi yang tercatat hingga saat ini.

“Pendekatan ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan pengobatan berdasarkan tingkat keparahan gerakan yang terlihat selama pengujian tidur, dan pada akhirnya membantu dokter mengembangkan rencana pengobatan yang dipersonalisasi untuk masing-masing pasien,” kata Period. “(sukses/kami)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *