Jakarta –
Tantangan yang dihadapi industri otomotif semakin besar tahun ini. Perkiraan pasar mobil pada tahun 2025 kurang dari 1 juta unit.
Setia Diarta, Direktur Direktorat Industri Logam, Mesin, Alat Angkut, dan Elektronika Kementerian Perindustrian menjelaskan beberapa faktor yang melatarbelakangi penurunan penjualan mobil pada tahun 2024.
Kepala logam mengatakan: “Pada tahun 2024, akan turun sekitar 15-16% dibandingkan tahun 2023,” menambahkan: “Alasan terbesar adalah melemahnya daya beli masyarakat dan kenaikan suku bunga kredit mobil.” Industri Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Setia Diarta, di Gedung Kementerian Perindustrian, Selasa (14/1/2025).
Meningkatnya berbagai instrumen perpajakan juga menjadi salah satu faktornya. Pada tahun 2025, jenis mobil yang dijual di Indonesia akan tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%, termasuk segmen Low Cost Green Car (LCGC).
Bersantai di berbagai daerah antara lain Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Kepulauan Riau, dan Sumatera Utara (Sumut), belum lagi opsi pajak mobil dan bea balik nama kepemilikan kendaraan memastikan penerapannya. Sumatera), Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Timur (Kaltim), Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun selebihnya hanya bersifat sementara dan tidak permanen.
Ada kekhawatiran jika opsi pajak terus berlanjut dan tidak ada insentif lebih lanjut, penjualan mobil akan turun di bawah 800.000 unit pada tahun 2025. Ada juga kekhawatiran bahwa trennya akan menurun, serupa dengan COVID-19.
“Kita tidak duduk diam (menetapkan target 2025) dan menghitungnya secara detail. Kalau tahun lalu kita tidak punya kesempatan, kita bahkan tidak bisa meraih satu juta dolar. Kita berharap tahun ini,” kata Kukuh. , Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). kata Kumara.
“Tapi kalau mereka pakai opsi, bisa turun. Penurunannya bisa di masa epidemi, bisa 650-700 (ribuan). Ya, sulit,” imbuhnya.
Salah satu faktor penyebab menurunnya penjualan mobil adalah menurunnya kelas menengah Indonesia. Sektor ini telah menjadi kekuatan pendorong perekonomian Indonesia dan pembeli mobil.
Jumlah kelas menengah akan berkurang dari 57 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta pada tahun 2024. Inilah sebabnya antara tahun 2014 dan 2023 pasar mobil mengalami stagnasi di sekitar 1 juta unit, dan pada tahun 2024 pasarnya menyusut.
“Mereka adalah keluarga yang mampu mencicil mobil atau rumah. Kelas menengah ini yang menjadi mesin sepeda motor, bukan perekonomian,” kata pengamat ekonomi Raden Pardede.
“Ini masalah penjualan mobil dan penjualan rumah,” imbuhnya.
Salah satu insentif yang berhasil diterapkan pemerintah adalah pemberian insentif tambahan berupa Kredit Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil 4×2 rakitan lokal.
Menurut Pengamat Otomotif LPEM UI Riyanto, insentif sementara diperlukan bagi industri otomotif. Sebaliknya, memperkuat daya beli dan mempercepat pertumbuhan ekonomi merupakan solusi jangka panjang.
Berdasarkan perhitungan Universitas LPEM Indonesia, dengan asumsi opsi pajak berlaku untuk semua daerah, maka tarif pajak maksimum untuk PKB adalah 1,2% dan BBNKB adalah 12%, dan total pajak kendaraan akan meningkat dari 40,25% menjadi 48,9%. Dampaknya, harga mobil baru naik 6,2%, sementara daya beli masyarakat masih belum pulih.
Dengan elastisitas sebesar -1,5, penjualan mobil tahun ini diprediksi turun 9,3% dan mencapai 780.000 unit pada tahun 2025.
Salah satu insentif yang bisa dipertimbangkan pemerintah adalah potongan PPnBM untuk kendaraan 4×2 dengan tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 80% atau lebih yang akan diberlakukan pada tahun 2021.
Menurut perhitungan Riyanto, diskon PPnBM sebesar 5% (yaitu tarif PPnBM 10%) akan menurunkan harga mobil sebesar 3,6% dan menciptakan tambahan permintaan sebanyak 53.476 unit. Selain itu, jika diterapkan tarif diskon PPnBM sebesar 7,5% atau 7,5% maka harga mobil bisa turun 5,3% dan kelebihan permintaan sebanyak 80.214 unit. Kemudian, jika tingkat diskonto PPnBM ditetapkan 10%, harga mobil turun 7,1% sehingga terjadi tambahan permintaan sebanyak 106.592 unit.
Terakhir, ketika PPnBM menjadi 0%, harga mobil turun 10,7% yang berarti ada tambahan permintaan sebanyak 160.000 unit.
“Yang terpenting melihat harga dari sudut pandang konsumen, karena perbandingannya berkaitan dengan pendapatan atau keterjangkauan. Insentif apa pun yang menurunkan harga tentu akan meningkatkan pasar kita,” kata Riyanto. (Pembohong/Dekan)