Jakarta –

Ekonom senior Raden Pardede mengungkapkan alasan mengapa industri otomotif mengalami stagnasi selama satu dekade terakhir; bahkan terus menurun hingga tak mencapai satu juta unit. Salah satu penyebabnya adalah menyusutnya kelas menengah.

Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 9,48 juta penduduk Indonesia putus sekolah dalam lima tahun terakhir, dibandingkan hanya 47,85 juta jiwa. Kini porsinya hanya 17,13 persen dari seluruh penduduk, sedangkan lima tahun lalu sebesar 21,45 persen. Kelas menengah diperkirakan akan mencapai 70% dari total populasi pada tahun 2045.

“Kalau ditilik lebih jauh, daya beli yang paling penting adalah kekayaan masyarakat kelas menengah kita. Kalau melihat dari laporan BPS tahun 2019 hingga 2024, kelas menengah kita menyusut,” kata Raden di Forum Jurnalis Industri (Forwin). “Outlook Industri Otomotif 2025 dan Kemungkinan Insentif Pemerintah” di Jakarta, Selasa (14 Januari 2024).

Penurunan penjualan mobil juga dipengaruhi oleh menurunnya kelas menengah. Insentif peningkatan daya beli hanya bersifat sementara.

“Kata kuncinya adalah kelas menengah,” kata Raden.

“Masa depan industri otomotif Indonesia secara keseluruhan memiliki potensi yang luar biasa jika kita bisa mencapai Visi 2045 di kelas menengah yang sama. Itu yang paling penting,” tambahnya.

PPN 12 persen diyakini akan semakin berdampak pada kelas menengah Indonesia. Kenaikan PPN meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan.

Belum lagi pajak opsi yang akan mulai berlaku pada tahun 2025. Mitigasi saat ini tengah dilakukan di beberapa daerah berupa pengurangan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

“Insentif boleh saja, semua insentif bersifat sementara. Padahal yang terpenting adalah daya beli.” kata Raden.

Raden juga berpesan agar produsen tidak mengambil keuntungan besar akibat menurunnya daya beli.

“Selain itu, pengusaha juga tidak boleh mengambil margin terlalu banyak dalam situasi saat ini. Keseimbangan itu perlu dipikirkan,” ujarnya.

Kukuh Kumara, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), mengungkapkan penyebab kenaikan harga mobil di Indonesia juga karena peningkatan pendapatan masyarakat tidak seimbang dengan pendapatan masyarakat.

‘Harga mobil kita naik rata-rata 7,5 persen per tahun. Pada saat yang sama, pendapatan kelas menengah tumbuh pada tingkat inflasi sebesar 3 persen. Jadi (kondisinya) makin panjang, seperti buaya. Saya tidak mampu membeli mobil,” jelas Kukuh.

Berdasarkan dinamika saat ini, Gaikindo memperkirakan target penjualan mobil Indonesia tidak akan mencapai satu juta unit.

“Kita tidak duduk bersama (menetapkan target 2025), tidak menghitung secara detail. Kalau saja tahun lalu tidak ada peluang, sejuta pun kita tidak akan dapat. Tahun ini kita berharap model baru dan sebagainya. dan perkembangan peluangnya ditunda, kita “Kalau mau optimis sekitar 900 (ribu),” kata Kukuh Tonton video “Upah Tak Naik, Bikin Daya Beli Lemah” (riar/kering)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *