Jakarta –
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan jumlah orang kelaparan di dunia akan meningkat pada tahun 2025. Pasalnya, banyak negara maju yang mulai ‘berhemat’ dengan menyumbangkan dana bantuan kemanusiaan.
Menurut laporan Reuters pada Minggu (28/12/2024), organisasi dunia tersebut memperkirakan mereka akan mampu mengumpulkan cukup uang untuk membantu sekitar 60% dari 307 juta orang yang diperkirakan paling membutuhkan bantuan kemanusiaan tahun depan. Artinya, sebanyak 117 juta orang tidak akan memenuhi syarat untuk menerima bantuan pangan atau bantuan lainnya hingga tahun 2025.
Selain itu, PBB tercatat akan menyelesaikan tahun 2024 dengan mengumpulkan sekitar 46% dari 49,6 miliar dolar AS atau Rp 805,25 triliun (kurs Rp 16.235/dolar AS) yang diminta untuk bantuan kemanusiaan di seluruh dunia. Ini adalah tahun kedua berturut-turut organisasi tersebut mengumpulkan kurang dari setengah jumlah yang diminta.
Yang lebih buruk lagi, kelaparan ini memaksa organisasi kemanusiaan di seluruh dunia untuk mengambil keputusan yang menyakitkan. Hal ini termasuk mengurangi jatah makanan bagi mereka yang kelaparan dan mengurangi jumlah orang yang berhak menerima bantuan.
Misalnya saja, diperkirakan Program Pangan Dunia (WFP), distributor pangan utama PBB, hanya mampu memberikan bantuan pangan kepada 1 juta orang di negara-negara seperti Suriah, dibandingkan dengan kemampuan mereka sebelumnya dalam memberi makan 6 juta orang. Peristiwa seperti ini membuat organisasi dunia tersebut memperkirakan bahwa krisis kelaparan global akan memburuk pada tahun depan.
“Mereka (penyedia bantuan) berkata, ‘Saat ini kami mengambil (jatah bantuan) dari mereka yang kelaparan untuk memberi makan mereka yang kelaparan,’” Rania Dagash-Kamara, wakil direktur jenderal WFP untuk kemitraan dan mobilisasi sumber daya, mengatakan dalam sebuah wawancara.
Sementara itu, pejabat terkait PBB hanya bisa mengatakan bahwa eskalasi krisis kelaparan global dapat disebabkan oleh konflik yang meluas, kerusuhan politik, dan kondisi cuaca ekstrem. Sebab semua faktor tersebut merupakan hal yang dapat memicu rasa lapar.
“Kami harus mengurangi permintaan bantuan kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat Tom Fletcher kepada Reuters. katanya.
Negara-negara Kaya Memotong Dana Bantuan
PBB melaporkan mayoritas dana kemanusiaan berasal dari tiga negara kaya sebagai donor utama, yakni Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Komisi Eropa. Mereka menyediakan 58% dari US$170 miliar yang dicatat PBB dari tahun 2020 hingga 2024 sebagai respons terhadap krisis ini.
Namun tekanan keuangan dan perubahan politik dalam negeri mengubah keputusan beberapa negara kaya mengenai bagaimana dan berapa banyak bantuan yang akan diberikan. Misalnya, Jerman memotong pendanaan sebesar US$500 juta antara tahun 2023 dan 2024.
Kabinet negara tersebut telah mengusulkan pengurangan bantuan kemanusiaan sebesar $1 miliar lagi pada tahun 2025. Parlemen baru akan memutuskan rencana pengeluaran setelah pemilihan federal pada bulan Februari tahun depan.
Sementara itu, tiga negara kaya lainnya – Tiongkok, Rusia dan India – menyumbang kurang dari 1 persen dana kemanusiaan yang dilacak oleh PBB pada periode yang sama.
PBB mencatat, Tiongkok menduduki peringkat ke-32 negara donor bantuan terbesar dengan total sumbangan kemanusiaan sebesar $11,5 juta pada tahun 2023. Padahal negara ini memiliki GNP terbesar kedua di dunia.
India kemudian menduduki peringkat ke-35 pada tahun itu dengan bantuan kemanusiaan sebesar US$6,4 juta. Omong-omong, negara ini memiliki GNP terbesar kelima. (tanah liat/tanah liat)