Jakarta –
Di Indonesia, satu dari lima anak menderita anemia. Meskipun secara nasional angka kejadian anemia pada anak telah turun hingga di bawah 20%, data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan bahwa masih banyak daerah yang melaporkan 50 hingga 70% kasus anemia.
Maria Endang Sumiwi, Direktur Jenderal Pelayanan Primer dan Kesehatan Masyarakat, mengatakan Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan peningkatan kasus anemia tertinggi. Tahun lalu, sekitar 40 persen anak-anak didiagnosis menderita anemia berdasarkan survei yang dilakukan di kelas lima sekolah dasar dan kelas tujuh sekolah menengah atas.
“Semua ini terjadi karena kebiasaan makan berubah, sekarang banyak iklan yang menentang kebiasaan makan sehat sehingga menyulitkan keluarga rentan untuk memilih makanan yang lebih bergizi,” kata Maria dalam perbincangan, Selasa (21/01). 2025).
Pemerintah juga berupaya memberikan suplemen penambah darah secara rutin seminggu sekali. Kementerian Kesehatan RI juga memeriksa kadar hemoglobin satu siswa SMA dan satu siswa SMA.
Akibatnya, beberapa daerah mengalami penurunan, namun ada pula yang menunjukkan tren sebaliknya.
Tren gizi remaja juga relatif mengkhawatirkan. 32 persen remaja mengonsumsi makanan tinggi garam, 78 persen mengonsumsi makanan tinggi rasa, dan 65 persen anak-anak bahkan melaporkan melewatkan sarapan.
Kurangnya gizi pada anak menyebabkan anemia. Selain itu, sebuah sekolah di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat 70% siswanya mengalami anemia akibat kurangnya sumber makanan di tengah krisis ekonomi. Tonton video “Video: Tingginya Angka Anemia pada Remaja dan Ibu Hamil, Apa Penyebabnya?” (naf/kna)